Rentcar MaC
Mau iklan?

Menolak Lupa! Mengulas Sejarah Perang Berdarah Laskar Merah Putih di Melawi 1946

Menolak Lupa! Mengulas Sejarah Perang Berdarah Laskar Merah Putih di Melawi 1946

Peta lokasi pengepungan oleh Belanda, di kota Melawi pada tahun 1956 (photo arsip Raden tumenggung) //pixlb.ri--Arspi Raden tumengung

PONTIANAKINFO.DISWAY.ID, MELAWI - Kabupaten Melawi, Provinsi Kalbar juga dikenal dengan julukan Kota Juang. Julukan tersebut bukan sembarang disematkan. Pasalnya, masyarakat Kabupaten Melawi pada masa penjajahan Belanda juga ikut angkat senjata dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Guna mengingatkan kembali rasa satu kesatuan di hati Kita Pontianakinfo.disway.id mencoba menggali kilas sejarah perjuangan Rakyat di Kota Melawi. Salah satu sejarah itu dikenal dimasyarakat dengan sebutan semangat perjuangan kemerdekaan Laskar Merah Putih.

Desa Tanjung Lai Kecamatan Nanga Pinoh menjadi lokasi yang dipilih para Laskar Merah Putih menjadi pusat markas perjuangan dalam melakukan strategi perang melawan para Tentara KNIL yang berada di daerah Tanjung. Pertempuran sengit itu terjadi pada 10 November 1946 , yang mengakibatkan sejumlah pahlawan dari Laskar Merah Putih gugur dimedan pertempuran.

Bukti bukti tangsi militer milik Belanda, Tugu RIS dan penemuan mortir mortir, menjadi saksi sejarah yang masih bisa dijumpai di Kota Nanga Pinoh. Tokoh masyarakat Sumatra Barat di Kabupaten Melawi, Faisal menceritakan bahwa peranan Laskar Merah Putih kala itu sangatlah besar.

BACA JUGA: Cemarkan Nama Baik Bupati Melawi, Penasehat Hukum Dadi Minta Pelaku Segera Minta Maaf, Belum Ada Klarifikasi!

Dibawah Komando, Bagindo Jalaludin sebagai Komandan juang Laskar Merah Putih, para pejuang tidak pernah mengenal lelah dalam merebut kemerdekaan.

”Sayangnya nama Bagindo jalaludin Khatim seperti terlupakan saat ini. Padahal Beliau merupakan komandan Laskar Merah Putih,” katanya kepada Suarakalbar.co.id

Ia pun menceritakan sejarah Bagindo Jalaludin Khatim sebagai Komandan Laskar Merah Putih. Secara historis etnis Minangkabau ( Padang ) sudah sangat lama datang dan menetap di wilayah kab.Melawi ini.

”Kira kira awal abad XX bertepatan dgn puncaknya masa penjajahan kolonial Belanda,” ucapnya.

BACA JUGA: Polres Melawi Berdialog dengan Awak Media Jelang Pilkada 2024, Guna Jaga Situasi Kamtibmas

Terkait dengan itu ada beberapa org Minangkabau ini yang menjadi tokoh agama serta menjadi motor penggerak perlawanan rakyat dalam memperjuangkan kemerdekaan  khususnya di wilayah nangapinoh dan sekitarnya.

Salah satu namanya adalah Bagindo Jalaludin Khatim, beliau lahir Pd tahun 1906, di kampung Alahan Tabek, Basung sikucur kabupaten Pariaman sumatera barat dan wafat padaTahun 1958 dimakamkan disana.

Pendidikan terakhir beliau di Madrasah Tarbiyah Islamiyah jaho Padang panjang Sumbar. Tahun 1935 beliau  berangkat dari Sumatra Barat ke Kalbar kemudian sampai ke Nanga pinoh.

Di Nanga Pinoh Beliau (Bagindo Jalaludin red) menjabat sebagai kepala Madrasah Tarbiyah Islamiyah  Nangapinoh yg didirikan oleh Al ustadz  Pakanudin yg stelah itu kembali ke Padang Sumateta barat.

BACA JUGA: LBH DSK Melawi Lolos Verifikasi dari Kemenkuham RI 2024, Jadi satu-satunya dari Kabupaten Melawi

Selama menjabat sbg Kepala Madrasah beliau dibantu oleh Ustadz Ayub shalih, Ustadz B.Taparudin, Sutan Maksum yang semua itu berasal dari Sumatra Barat.

 Madrasah Tarbiyah tersebut berhasil mencetak siswa yg dapat dikemukakan , seperti ; Penghulu syahid, Sulaiman nur, Guru sama, Bantut A.rahman, Abdul Gani, H.A.Bukhari, H.Umar mayah dan sebagainya

"Madrasah tersebut tidak panjang umurnya dikarenakan serbuan balatentara Jepang ke Indonesia dalam Perang dunia ke ll,” ungkapnya.

Bagindo Jalaludin dikenal sebagai pucuk pimpinan Organisasi Pejuang Laskar Merah Putih yang diangkat oleh laskar laskar  pejuang Pada waktu itu secara aklamasi melalui rapat yg dihadiri oleh Tokoh tokoh Pejuang , Antara lain : Ade M.Djohan , B.Jalaludin, B.M Aris, M. Nawawi, Usman Ando dan lainnya.

BACA JUGA: Buat Terobosan Baru! Perumdam Tirta Melawi Bikin Jalur dan Pelayanan Khusus Bagi Penyandang Disabilitas

Susunan pengurus,  Organisasi Pejuang Laskar Merah Putih pd bulan April 1946, terdiri dari :

_ Ketua : Bagindo Jalaludin

_ Bidang penerangan/propaganda : M. Nawawi Hasan

_ Bidang pasukan tempur : M. Saad Aim

_ Badan penghubung ; Abang Patol

_ Bidang administrasi ; Abang Tahir, A.Yusman Badwi

_ Badan perlengkapan ; Usman Ando.

Terjadi perubahan susunan Pengurus pd bulan Oktober 1946, terdiri dari :

_ Ketua : Bagindo Jalaludin

_ Wakil ketua : M.Nawawi Hasan

_ Sekretaris 1 : A. Yusman Badwi

_ Sekretaris 2 : Usman Ando

_ Bidang pasukan tempur : M.Saad Aim

BACA JUGA: Ribuan Guru se-Kalbar Goyang Maumere Usai Pembukaan Porseni dan Inobel PGRI di Melawi

” Pada tanggal 5 Nopember 1946 kapten Markasan datang dari Kalimantan tengah  beserta anak buahnya berjumlah 5 orang datang ke Nangapinoh,” ceritanya dari berbagai referensi sejarah.

Kapten Markasan ditugaskan Tjilik Riwut untuk menyisir daerah daerah yang masih dikuasai Belanda. Paska kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Kapten Markasan meminta agar pasukan pejuang Merah Putih segera memberontak. Hal ini dikarenakan kota Nangapinoh pada waktu itu agak tenang. Hanya ada beberapa  Polisi saja sedangkan tentara KNIL sedang bertugas.

Pada tanggal 10 Nopember 1946 pukul 24.00 , Pejuang Laskar Merah Putih dari Kampung Tanjung lai melakukan penyerangan dan penyergapan  pada benteng/tangsi Belanda yg berada di daerah tanjung antara sungai Pinoh dan sungai melawi.

BACA JUGA: WWF Gelar Sosialisasi Surat Ederan Disdikbud Melawi, Terkait Pengunaan Modul P5 Berbasis Karakteristik Lokal

Penyerangan itu dipimpin langsung oleh Bagindo Jalaludin yang disertai kurang lebih 38 orang anggota pejuang. Kemudian esok harinya tggl  Nopember 1946 berkibar lah bendera merah putih dengan megahnya di halaman Benteng Belanda tersebut dan disambut semua rakyat dengan riang bergembira penuh suka cita.

Malang tidk dapat ditolak mujur tidak dapat diraih , pada tanggal 15 Nopember 1946 siang hari waktu setempat tentara KNIL  datang dari Pontianak dengan  kekuatan 3 buah motor Nirub.

Kemudian terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Merah Putih  yg bersenjatakan karabain dan golok  melawan KNIL yg menggunakan persenjataan modern serta memadai,” kisahnya.

Dari pertempuran itu  gugurlah beberapa pejuang diantaranya adalah: Unut, Hasyim, Djakfar, Yusuf, Basri, Sulaiman. Mereka di makamkan di Taman Makam Pahlawan Nangapinoh kemudian oleh Kodim 1205 Sintang kerangka tulang mereka dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan di kota Sintang  yang kemudian dipindahkan lagi ke Makam Pahlawan Menyurai Sintang.

BACA JUGA: Mahkamah Konstitusi Beri Ultimatum KPU Jika Tidak Patuhi Keputusan MK : Berpotensi Dinyatakan Tidak Sah!

Kemudian setelah itu semua laskar Merah Putih mundur masuk kedalam Hutan di hulu sungai Pinoh,” ujar Faisal yang juga pengurus Ikatan Keluarga Besar Sumatra Barat (IKSB) Melawi ini.

Kapten Markasan ditembak Tentara KNIL di pondok ladangnya. Sementara,  Bagindo Jalaludin serta anak anaknya dan Istrinya menyelamatkan diri masuk ke dalam hutan lari dari Pinoh yang didampingi oleh seorang laki laki suku Dayak yang bernama Dayah, sebagai penunjuk jalan karena beliau sekeluarga diancam akan dibunuh.

Kampung yang dilalui Bagindo Jalaludin lalui yakni bernama : Nanga kelawai, Sungai Mangat, Kayu baong, Nanga Sasak, Mancur, Entapang, Sapau (Kalteng). Bagindo Jalaludin ditangkap oleh tentara KNIL dari Kalimantan Selatan.  sedangkan anak anak dan istri beliau kembali ke Kotabaru.

Bagindo Jalaludin langsung dibawa ke Banjarmasin  kemudian diteruskan ke Jakarta di penjara dirumah tahanan Belanda ( Salemba sekarang ini , red) dan dari Jakarta selanjutnya dikirim ke Pontianak dan ditahan disana.

BACA JUGA: MABM Melawi Berikan Dukungan pada Dadi-Malin di Pilkada Melawi 2024

Setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda , pada tanggal 27 Desember 1949 Bagindo Jalaludin di bebaskan dari penjara.

"Kemudian beliau melakukan sujud syukur atas perjuangannya lalu melantunkan senandung yang masih dikenal luas oleh para orang orang tua di Sintang dan Melawi,” katanya.

Senandung itu berbunyi,

” DUA KALI PERANG TEBIDAH

   NAGA PAYAK KUBU BELANSAI…

” KALAU DIKENANG MASA YANG SUDAH

   AIR MATA JATUH BERDERAI…

Bagindo Jalaludin wafat di Pariaman Padang Sumateta barat pada  tahun 1958  dalam usia 52 tahun. (Bersambung).

“Di Nanga Pinoh Beliau (Bagindo Jalaludin red) menjabat sebagai kepala Madrasah Tarbiyah Islamiyah  Nangapinoh yg didirikan oleh Al ustadz  Pakanudin yg stelah itu kembali ke Padang Sumateta barat.

Sumber: arsip raden tumengung