Penganiayaan pada Penyintas Masih Terus Menggema, Korban Masih Menunggu Keadilan Tragedi Mei 1998

Senin 20-05-2024,16:15 WIB
Reporter : Anggik Juliannur Nugroho
Editor : Adhitya Pangestu Putra, S. Si

Ariel mempunyai pandangan yang berbeda dari teori rasial, ia berpandangan bahwa kajian terhadap kekerasan yang terjadi pada bulan Mei 1998 menunjukkan kemungkinan adanya tindakan terorisme yang dilakukan oleh negara dengan pendekatan militeristik.

 

Kelompok pencari fakta gabungan (KPF) yang terbentuk setelah peristiwa Mei 1998 menemukan bahwa kebanyakan kasus perkosaan yang terjadi adalah tindakan pemerkosaan berkelompok.

 

Metode yang sama juga terlihat dalam insiden-insiden kekerasan, seperti Tragedi 1965-1966, dan juga dalam kekerasan politik di Aceh, Papua Barat, dan Timor Timur yang terjadi setelahnya.

 

Tidak mengherankan pada November 1998, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang ditunjuk oleh pemerintah, membuat rekomendasi untuk menyelidiki pertemuan di Markas Komando Strategis Angkatan Darat (Makostrad).

 

Aktivis Pius Lustrilanang yang ditahan selama dua bulan oleh Tim Mawar, dibawa ke Belanda. Setelah Reformasi berakhir, dia pulang ke tanah air Indonesia kembali. Pada gambar tersebut, Pius disambut oleh rekan-rekannya aktivis yang membawa seseorang yang diduga sebagai pelaku operasi Tim Mawar.

 

Pada awal tahun 2023 yang lalu, Presiden Joko Widodo mengakui serta menunjukkan penyesalannya atas adanya sejumlah pelanggaran yang serius terhadap hak asasi manusia di masa lampau setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM).

 

Sebuah kelompok dibentuk oleh Jokowi setahun yang lalu dengan tujuan menyelesaikan pelanggaran HAM yang parah yang terjadi di masa lampau. Setidaknya ada 12 kejadian pelanggaran Hak Asasi Manusia yang serius, termasuk Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Kategori :