Penganiayaan pada Penyintas Masih Terus Menggema, Korban Masih Menunggu Keadilan Tragedi Mei 1998

Senin 20-05-2024,16:15 WIB
Reporter : Anggik Juliannur Nugroho
Editor : Adhitya Pangestu Putra, S. Si

 

Hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan bahwa ada lima korban tewas, 149 orang mengalami luka-luka, dan 23 orang lainnya tidak dapat ditemukan.

 

Sejak pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi yang awalnya melanda Thailand menyebar ke Indonesia. Rupiah jatuh nilainya terhadap dolar karena adanya kenaikan inflasi.

 

Protes untuk melakukan pengunduran diri Soeharto, yang telah memerintah Indonesia selama lebih dari 30 tahun terakhir, terus berkembang seperti bola salju yang terus bergulir.

 

Puncak demonstrasi mahasiswa terjadi pada 12 Mei 1996, ketika militer memberondong demonstran yang tidak bersenjata, menandai eskalasi yang sangat tinggi pada saat itu. Empat orang siswa yaitu Elang Mulia Lasmana, Heri Hertanti, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie, meninggal dunia dan banyak orang lainnya mengalami luka-luka.

 

Pada saat yang sama, dia mulai menerima laporan tentang kasus pemerkosaan di beberapa tempat di Jakarta, termasuk di Pluit, Glodok, Cengkareng, Jembatan II, dan Jembatan III.

 

Pada tahun 1998, saat terjadi kerusuhan politik dan ketidakstabilan ekonomi, etnis Tionghoa, yang hanya 3% dari populasi Indonesia tetapi memiliki 70% perekonomian, menjadi salah satu target yang disalahkan.

 

Insiden kekerasan di bawah jembatan Semanggi.

Menurut Ariel Heryanto, seorang sosiolog dan profesor emeritus di Monash University, Australia, kita tidak boleh secara eksklusif menganalisis insiden kekerasan seksual Mei 98 berdasarkan etnis saja karena hal ini tidak akurat dan tidak adil.

 

Kategori :