Rizky Anugrah, sebagai juru bicara BPJS Kesehatan, mengklarifikasi bahwa KRIS adalah sistem standar baru yang diterapkan dalam pengobatan pasien yang dirawat di rumah sakit melalui layanan BPJS Kesehatan.
Dengan diberlakukannya kebijakan ini, semua lapisan masyarakat akan menerima layanan yang sama di rumah sakit, baik itu dalam bidang kedokteran maupun non-medis, tanpa membedakan status sosial.
Selain itu, dia menunjukkan 12 persyaratan dalam Perpres yang akan digunakan sebagai standar minimum untuk fasilitas perawatan pasien rawat inap yang menggunakan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Petugas di kantor BPJS Kesehatan Jakarta Selatan menerima pengunjung pada hari Selasa, tanggal 14 Mei.
Namun demikian, Rizky menegaskan bahwa penyelenggaraan KRIS di rumah sakit tidak akan menyebabkan penghapusan sistem kelas rawat inap kelas 1, 2, dan 3. Dia menyatakan bahwa sistem kelas tersebut akan tetap diberlakukan, namun kamar akan ditingkatkan sesuai dengan standar yang lebih tinggi.
Rizky menyatakan bahwa BPJS Kesehatan masih menunggu peraturan turunan dari Kementerian Kesehatan terkait besaran iuran yang harus dibayar per kelas setelah KRIS diterapkan.
Ia menyatakan bahwa sebenarnya kontribusi keanggotaan benar-benar diatur setiap dua tahun sekali. Mengenai KRIS, kali ini perubahan tersebut akan disertai dengan penetapan iuran melalui Peraturan Menteri Kesehatan.
Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, menyatakan bahwa mereka belum memulai diskusi mengenai jumlah kontribusi yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS untuk menerapkan Kepesertaan Rawat Inap Sehari (KRIS).