Peningkatan Kemampuan Rudal, Kementerian Pertahanan Inggris Alami Transformasi di Laut Merah
MBDA Inggris: Kontrak Peningkatan Sistem Rudal Armada-Pixabay-https://pixabay.com/photos/tower-bridge-bridge-sunset-441853/
PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Kementerian Pertahanan Inggris berkomitmen untuk memperkuat armadanya dalam melindungi pelayaran di Laut Merah. Dalam langkah signifikan ini, pihak militer akan mengalokasikan dana sebesar 514 juta dolar Amerika, setara dengan sekitar 8 triliun rupiah.
Menurut keterangan resmi dari Kementerian Pertahanan Inggris, dana tersebut akan difokuskan pada peningkatan sistem rudal armada. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap serangan yang dilakukan oleh pihak Houthi di perairan tersebut.
BACA JUGA:Revolt Mahasiswa di Pemilu 2024: Uang Disambut, Pilihan Calon Ditolak!
Sistem Pertahanan Udara Sea Viper, yang kini menjadi tulang punggung pertahanan, akan mengalami transformasi signifikan. Rudal-rudal yang dilengkapi dengan hulu ledak baru dan dikendalikan oleh software terbaru akan menggantikan peran Sea Viper. Tujuannya jelas: melawan ancaman rudal balistik dengan lebih efektif.
Pentingnya peningkatan ini tidak terlepas dari kondisi di Timur Tengah yang semakin memanas. Grant Shapps, Menteri Pertahanan Inggris, menyatakan, "Ketika situasi di Timur Tengah memburuk, sangat penting bagi kita untuk beradaptasi untuk menjaga Inggris, sekutu, dan mitra kita tetap aman."
Perusahaan patungan rudal milik Airbus, MBDA Inggris, akan mendapatkan kontrak untuk melaksanakan proyek ini. Sea Viper, yang telah menjadi pilihan utama Angkatan Laut selama lebih dari 30 tahun, kini akan ditingkatkan menjadi sistem yang lebih canggih.
Tidak hanya Inggris, pasukan angkatan laut Amerika juga terlibat aktif di Laut Merah. Serangan drone dan rudal Houthi berhasil mereka tahan, meskipun kehadiran pejabat tinggi dari Iran dan Hizbullah Lebanon di Yaman turut membantu arah dan pengawasan terhadap serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
BACA JUGA:Gempa Ganas M 7,0 Menggegerkan Perbatasan Tiongkok-Kyrgyzstan
Serangan Houthi, diduga mendapat dukungan dari Iran, telah menciptakan ketidakstabilan di Laut Merah. Pasar minyak di Eropa dan Afrika mulai merasakan dampaknya, dengan pasar Brent yang menentukan harga sekitar 80 persen minyak dunia mencapai tingkat ketegangan tertinggi dalam dua bulan.
Beberapa perusahaan pelayaran terkemuka di dunia terpaksa menangguhkan transit di wilayah tersebut, mendorong kapal-kapal untuk mencari jalur alternatif di sekitar Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Rute yang lebih panjang ini meningkatkan tarif angkutan akibat kenaikan biaya bahan bakar, gaji awak kapal, dan biaya asuransi.***
Sumber: