Sidang Perdana Gugatan UU Minerba, LI BAPAN Desak MK Hapus Pasal Diskriminatif

Sosok Ketua Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN), Stevanus Febyan Babaro-Humas LI BAPAN Kalbar-dokumen istimewa
PONTIANAKINFO.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN), Stevanus Febyan Babaro menjalani sidang pertama (Pendahuluan Permohonan) terhadap gugatan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) ke Mahkamah Konstitusi.
Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 157/PUU-XXIII/2025 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat ini digelar pada Rabu, 10 September 2025.
Langkah ini diambil Febyan sebagai bentuk komitmen menjalankan semangat kebijakan Presiden yang menekankan bahwa rakyat harus diberi ruang untuk ikut serta mengelola kekayaan sumber daya alam melalui koperasi.
BACA JUGA:LI BAPAN Laporkan Perwira Polda Kalbar ke Propam Terkait Dugaan Tambang Ilegal Bauksit
“Kalau aturan ini tidak direview, konsep Bapak Presiden itu mustahil bisa terlaksana,” tegasnya.
Febyan menyoroti keberadaan Pasal 51B ayat (1) dan Pasal 60B ayat (1) dalam UU Minerba terbaru, yang memberikan prioritas penguasaan lahan kepada BUMN tanpa mempertimbangkan keberadaan kampung, permukiman turun-temurun, maupun tanah adat.
Menurut Febyan, ketentuan “prioritas” tanpa parameter jelas membuka ruang penafsiran subjektif dan potensi penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat pemberi izin. Hal ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak warga negara.
Sejatinya, tata kelola pemerintahan yang baik menghendaki adanya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Sementara pemberian prioritas ini hanya kepada BUMN/BUMD berpotensi mengabaikan prinsip transparansi dan menutup partisipasi swasta dalam proses perizinan.
Dengan adanya norma ini, hak konstitusional warga negara untuk memperoleh kesempatan dalam pengelolaan sumber daya alam terhalang secara tidak adil.
“Akibat aturan ini, jangankan bisa menikmati kekayaan alam yang Tuhan titipkan di tanah mereka, untuk mengurus sertifikat rumah pun rakyat tidak bisa. Hak-hak mereka dirampas secara sepihak oleh negara,” ujarnya.
BACA JUGA:Mafia Tambang AS Rugikan Negara Rp144 Triliun, LI Bapan Kalbar Ungkap Dugaan Keterlibatan Oknum APH
Febyan juga menilai kebijakan tersebut sarat diskriminasi, apalagi di sisi lain praktik mafia tambang terus dibiarkan. Sebagai contoh, saat ini Li Bapan tengah mengungkap dugaan pencurian bauksit oleh perusahaan swasta PT EJM di konsesi milik Antam, namun negara justru terkesan bungkam.
“Ini bentuk ketidakadilan. Negara seakan keras kepada rakyat kecil, tetapi lunak kepada mafia tambang,” tegas Febyan.
Sumber: humas li bapan kalbar