Mengenal Fenomena La Nina: Pengertian, Dampak bagi Indonesia dan Imbauan BMKG
Gambaran cuaca mendung--Pinterest
PONTIANAKINFO.COM - Fenomena La Nina kembali menjadi sorotan menjelang akhir tahun 2025. Berdasarkan laporan terbaru Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 2 Oktober 2025, sebagian kecil model iklim global memprediksi potensi La Nina lemah akan muncul di penghujung tahun.
Menurut BMKG, awal musim hujan di Indonesia tahun ini tidak terjadi serentak. Sebanyak 333 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 47,6% wilayah Indonesia diperkirakan memasuki musim hujan pada periode September–November 2025. Beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan bahkan sudah lebih dulu diguyur hujan sejak sebelum September.
Musim hujan diprediksi akan meluas ke wilayah selatan dan timur Indonesia, dengan puncak hujan terjadi pada November–Desember 2025 di wilayah barat, serta Januari–Februari 2026 di bagian selatan dan timur. Menariknya, BMKG juga menyebut bahwa musim hujan tahun ini datang lebih awal dan berlangsung lebih lama dibandingkan biasanya.
Kendati demikian, akumulasi curah hujan 2025/2026 secara umum masih berada pada kategori normal, artinya tidak terlalu basah maupun terlalu kering.
BACA JUGA:BMKG Kalbar Rilis Peringatan Dini Cuaca 9–11 November 2025
Apa Itu La Nina?
Mengutip penjelasan BMKG, La Nina adalah kondisi suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature/SST) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur yang lebih dingin dari normal. Pendinginan ini memicu perubahan sirkulasi Walker, yaitu pola angin yang bergerak dari timur ke barat di sekitar ekuator.
Fenomena ini berulang setiap beberapa tahun dan bisa bertahan dari beberapa bulan hingga dua tahun. Dalam buku "Tanya Jawab: La Nina, El Nino, dan Musim di Indonesia" terbitan BMKG tahun 2020, disebutkan bahwa La Nina diawali oleh penumpukan massa air laut dingin di bawah permukaan Samudra Pasifik. Penguatan angin pasat timur menyebabkan proses upwelling, yakni naiknya air laut dingin ke permukaan sehingga menurunkan suhu laut secara signifikan.
Sebagai contoh, selama La Nina 1988–1989, suhu permukaan laut sempat turun hingga 4°C di bawah rata-rata. Fenomena ini biasanya memuncak pada musim dingin di belahan bumi utara, sekitar Desember–Februari.
BACA JUGA:BMKG Rilis Potensi Hujan Harian di Kalimantan Barat 9–15 November 2025
Dampak La Nina Secara Global
Secara umum, La Nina memiliki dampak kebalikan dari El Nino. Jika El Nino menyebabkan kekeringan di berbagai wilayah dunia, maka La Niña justru membawa kondisi lebih basah dan lembab.
Beberapa wilayah seperti Australia, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan sering mengalami peningkatan curah hujan dan risiko banjir selama periode La Nina. Sebaliknya, bagian barat Amerika Serikat dan Afrika Timur bisa mengalami kekeringan akibat distribusi uap air yang berubah.
BACA JUGA:BMKG Kalbar Rilis Peringatan Dini Cuaca 8–10 November 2025
Sumber:




