Eka juga mengkritik logika penegakan hukum yang digunakan.
BACA JUGA:XXI Transmart Kubu Raya Tutup Sementara Mulai 13 Mei, Apa Alasannya?
“Lucu sekaligus berbahaya jika setiap petani yang membawa parang ke kebun dilaporkan ‘tanpa hak’ hanya karena ada klaim subyektif bahwa parang itu diayunkan ke arah orang lain, tanpa alat bukti tambahan yang sah. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, pembuktian harus didasarkan pada keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, yang dinilai secara sah dan meyakinkan, bukan sekadar keterangan atau klaim sepihak, mengingat klaim sepihak ini juga terungkap di persidangan,” tegasnya.
Kedua, tuduhan perbuatan tidak menyenangkan. Menurut Eka, sangkaan Pasal 335 KUHP justru lebih lemah lagi. “Frasa ‘perbuatan tidak menyenangkan’ sudah dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013. Pasal ini kini hanya berlaku jika ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan. Padahal Mahkamah Agung telah memutus bahwa Jaka Busa-lah yang melakukan kekerasan terhadap HN, bukan sebaliknya,” papar Eka.
LBH KRI memastikan akan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Mempawah untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka tersebut, sebagaimana diatur Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 huruf a KUHAP. Menurut Eka, langkah ini bukan sekadar pembelaan bagi HN, tetapi juga upaya menjaga marwah lembaga peradilan dan memastikan petani tidak menjadi korban kriminalisasi melalui pasal-pasal karet.
BACA JUGA:Polisi Selidiki Kasus Dugaan Tabrak Lari di Desa Subah Kubu Raya
“Lex semper dabit remedium—hukum selalu memberi pemulihan. Putusan Mahkamah Agung telah memberi pemulihan bagi HN. Kini tugas kita adalah memastikan pemulihan itu tidak dirampas oleh penyalahgunaan proses hukum. Ini bukan hanya pertarungan untuk HN, tapi pertarungan menjaga agar rasa keadilan tidak mati di negeri ini,” tutup Eka.