Kasus Korupsi Impor Gula Tom Lembong : Pertarungan Hukum, Polemik Surplus, dan Tuntutan Publik
Unggahan pribadi Tom Lembong sebelum menjadi tersangka kasus korupsi-Akun x-Tom lembong
PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, terus menarik perhatian publik. Jaksa sebelumnya mengatakan bahwa Penyidikan kasus ini telah berlangsung sejak Oktober 2023, dan pekan lalu Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan Tom Lembong.
Melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, Tom Lembong mengajukan praperadilan dengan alasan bahwa Kejagung belum menunjukkan dua alat bukti yang kuat untuk membuktikan tuduhan pelanggaran Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal tersebut mensyaratkan adanya tindakan memperkaya diri atau orang lain yang merugikan keuangan negara. Menurutnya, kliennya memiliki hak untuk memahami dasar tuduhan yang menyebabkan ia dijadikan tersangka.
"Kami melihat bahwa sampai saat ini belum ada dua alat bukti itu, sehingga dengan terpaksa kami mengajukan praperadilan," jelas Ari Yusuf Amir.
BACA JUGA:Donald Trump Menangi Pemilu AS 2024, Kamala Harris Serukan Semangat Perjuangan Demokrasi
Pakar Hukum: Penyelidikan Harus Menyasar Kebijakan Impor Mendag Lainnya
Ahli hukum pidana Hibnu Nugroho mengemukakan bahwa kasus Tom Lembong ini bisa menjadi titik awal untuk menyelidiki praktik kebijakan impor yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan lainnya. Ia menyoroti bahwa kebijakan impor gula berlanjut di masa menteri-menteri setelah Lembong, bahkan dengan jumlah impor yang lebih besar.
"Ini yang kita harapkan, mudah-mudahan equality before the law bisa menjadi dasar bagi masyarakat, agar kasus ini tidak hanya berhenti pada Tom Lembong," ujar Hibnu.
Ia berharap bahwa semua pelaku yang berperan dalam kebijakan impor dapat diperiksa secara setara.
Di sisi lain, Kejagung memilih tetap fokus menyelesaikan kasus Tom Lembong agar penyidikan berjalan efektif. Kejaksaan menegaskan akan membuktikan dugaan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan izin impor gula kristal mentah pada 2015-2016 kepada PT Angels Products.
Izin impor ini, menurut Kejagung, diberikan saat gula nasional dalam posisi surplus sehingga impor dianggap merugikan negara hingga Rp400 miliar. Dugaan penyalahgunaan wewenang ini mengarah pada indikasi suap yang disinyalir melibatkan pihak-pihak tertentu dalam proses perizinan.
Melansir dari CNNIndonesia. Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bondan, mengimbau Kejaksaan Agung untuk menyampaikan informasi terkait kronologi penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Menurutnya, hal ini penting agar masyarakat tidak berspekulasi adanya kepentingan politik di balik proses hukum kasus tersebut.
"Salah satu yang perlu kita cari tahu sebenarnya laporannya tanggal berapa sih. Suatu perkara pidana itu bisa dimulai karena tiga alasan: tertangkap tangan, temuan sendiri penegak hukum (lagi menangani suatu kasus tiba-tiba nemu), atau laporan pengaduan masyarakat. Ini yang mana?" ujar Gandjar.
BACA JUGA:HAMIDAH, Toko Oleh-oleh Haji dan Umroh di Jogja untuk Jamaah Tanah Suci
Kuasa Hukum Bantah Klaim Surplus Gula
Menyanggah tuduhan Kejagung, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menolak klaim surplus gula saat kebijakan impor dilakukan. Menurutnya, data surplus yang disampaikan tidak akurat. Ia menegaskan bahwa Indonesia justru mengalami defisit gula saat itu, sehingga impor dianggap perlu untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan dalam negeri.
“Kaitan surplus pada waktu itu, itu salah data. Data yang benar, kita tidak pernah surplus dalam masalah gula. Itu bisa dicek,” tegas Ari dalam konferensi pers di Setiabudi, Jakarta Selatan. Dikutip dari metrotvnews.com.
Sorotan Publik: Perdebatan Tentang Praktik Impor
Kasus Tom Lembong memicu diskusi publik yang luas, terutama tentang kebijakan impor gula yang juga dilakukan oleh Menteri Perdagangan setelahnya, seperti Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi, dan Zulkifli Hasan. Beberapa dari mereka bahkan menerapkan impor dengan skala yang lebih besar.
Perdebatan berkembang, apakah kebijakan impor ini semata-mata dilakukan untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga atau ada indikasi penyimpangan di balik pelaksanaannya. Banyak masyarakat berharap kasus ini bisa menjadi momentum untuk menata ulang kebijakan impor gula.
BACA JUGA:BNPB Umumkan Status Tanggap Darurat Pascabencana Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki
Menanggapi hal ini. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai bahwa kasus Tom Lembong sudah memenuhi unsur pidana korupsi. Ia menjelaskan bahwa hukum tipikor tidak selalu memerlukan bukti aliran dana, namun cukup adanya kerugian negara dan indikasi memperkaya diri atau pihak lain.
"Dalam hukum korupsi itu tidak harus ada bukti aliran dana," tegas Mahfud MD. Ia menyebutkan bahwa kasus yang merugikan negara demi memperkaya diri atau orang lain, termasuk perusahaan yang diuntungkan, dapat dikategorikan sebagai korupsi.
Mahfud menegaskan, aspek memperkaya diri atau pihak lain sudah memenuhi unsur korupsi dalam kasus ini, meski belum ada bukti langsung mengenai aliran dana ke Lembong.
Sumber: