Rentcar MaC
Mau iklan?

Warga Singkawang jadi Korban TPPO, Dipaksa Scammer Hingga Disiksa jika Tak Capai Target

Warga Singkawang jadi Korban TPPO, Dipaksa Scammer Hingga Disiksa jika Tak Capai Target

Ilustrasi Perdagangan Orang yang terjadi di Singkawang -konfrontasi -Pinterest

PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Seorang warga Singkawang, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), diketahui setelah mendapat iming-imingan pekerjaan di sebuah restoran Thailand dengan gaji Rp8 juta. Namun, setibanya disana, takdir berkata lain, korban justru dipaksa bekerja sebagai scammer online.

Istri korban dengan inisial S mengatakan suaminya direkrut oleh teman dekatnya pada tahun 2023. Korban diketahui dipaksa bekerja dengan target ketat, dan jika gagal, dia disiksa.

"Suami saya sudah dua minggu tak bisa dihubungi. Terakhir dia bilang ingin pulang karena tidak tahan disiksa, dipukul, dan disetrum setiap hari," kata istri korban dikutip dari IDN Times Kaltim.

BACA JUGA:Kasus Pencabulan Anak Dibawah Umur oleh Anggota DPRD Singkawang, Bareskrim : Tidak Cukup Bukti dan Prematur

Pekerjaan Korban Sebelumnya

Diketahui sebelumnya korban bekerja sebagai petugas keamanan di Singkawang. Dia diberangkatkan ke Thailand dengan janji bekerja di restoran, tetapi dibawa ke Myanmar untuk bekerja di bawah tekanan perusahaan penipuan.

Korban dipaksa mencari 100 kontak orang luar negeri setiap hari, dan jika gagal, dia dihukum. Korban sempat merasa ragu untuk berangkat, namun karena hubungan dekat antara pelaku dan orang tua korban, akhirnya keluarga menyetujui kepergian tersebut.

Korban berangkat dengan paspor pelancong melalui jalur darat dari Singkawang, melewati perbatasan Aruk Sambas, hingga ke Malaysia. Dari Bandara Kuching, korban terbang ke Kuala Lumpur dan Bangkok.

BACA JUGA:Pasca Gelar Rekonstruksi di TKP, Begini Tanggapan Kuasa Hukum Anggota DPRD Singkawang

Handphone Korban Disita

Sesampai di Thailand, korban diminta mengganti seluruh biaya perjalanan. Dia kemudian diarahkan ke perbatasan dan dipaksa bekerja sebagai scammer di Myanmar.

Di tempat kerjanya, ponsel korban disita dan hanya diperbolehkan berkomunikasi dua kali seminggu selama 15 menit. Pada 3 Mei 2023, korban mengabarkan bahwa pekerjaannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Tak Capai Target, Korban Dipukul dan Disetrum

Korban sendiri mengaku tertekan dan ketakutan. Jika tidak mencapai target, dia akan dihukum dengan dipukul atau disetrum. 

Sumber: idn times kaltim