Backlink
Rentcar MaC

Viral Hina Guru, TikToker Rizky Kabah Dilaporkan PGRI Kalbar, Berikut Kronologi Lengkapnya!

Viral Hina Guru, TikToker Rizky Kabah Dilaporkan PGRI Kalbar, Berikut Kronologi Lengkapnya!

Ilustrasi Rizky Kabah saat dilaporkan oleh pihak PGRI Kalimantan Barat-Pontianak Disway-dokumen istimewa

Di awal klarifikasinya, Iky tampak berusaha rendah hati. Ia mengakui kesalahannya yang telah “menyamaratakan semua guru itu jahat dan korupsi”. “Saya meminta maaf,” ucap Iky seraya mengaku khilaf karena menggeneralisasi. Ia mengatakan tidak bermaksud menuduh setiap individu guru, melainkan meluapkan unek-uneknya terhadap sistem yang menurutnya ada oknum tidak jujur. Sekilas, video tersebut terlihat sebagai upaya Iky untuk meredakan kemarahan publik.

Namun, nada klarifikasi Iky berubah saat ia mulai membahas latar belakang pribadinya. Alih-alih berhenti di permintaan maaf, Iky justru terkesan membenarkan tindakannya dengan menceritakan pengalaman pahitnya semasa sekolah. “Tolong jangan hanya salahkan saya,” kata Iky, “salahkan juga oknum guru di SMA 9 Pontianak yang telah membully saya hingga saya dendam terhadap guru”. Iky mengungkap bahwa selama bersekolah ia pernah menjadi korban perundungan (bullying) oleh guru di dua sekolah berbeda.

Dalam pengakuannya, Iky menyebut pernah bersekolah di sebuah SMA swasta religius di Pontianak (2018-2019) dan kemudian pindah ke SMA Negeri 9 Pontianak (2020-2023). Di kedua sekolah itu, ia mengklaim mengalami kekerasan verbal dan fisik dari oknum guru karena kepribadiannya yang dianggap “berbeda”. Misalnya, Iky bercerita dipermalukan oleh guru di depan kelas, dipanggil dengan sebutan kasar, bahkan pernah dicambuk dengan rotan oleh oknum guru di sekolah lamanya. Di sekolah berikutnya, Iky mengaku masih mendapat perlakuan buruk – ia diledek soal identitas dirinya dan pernah dipukul dengan penghapus papan tulis. Puncaknya, merasa tak tahan, Iky memutuskan keluar sekolah sebelum lulus pada 2023.

Pengakuan mengejutkan ini membuat klarifikasi Iky menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, publik dapat memahami bahwa Iky punya trauma dan dendam pribadi terhadap oknum guru nakal, yang menjelaskan mengapa ia begitu marah pada guru. Namun di sisi lain, cara Iky menyampaikan hal tersebut dalam konteks klarifikasi justru dianggap tidak relevan dengan masalah utama. Alih-alih fokus meminta maaf atas ucapannya yang keliru, Iky dinilai mengalihkan isu dengan menyalahkan masa lalunya. Banyak warganet yang tadinya menunggu itikad baik Iky justru kembali marah setelah menonton video klarifikasi itu.

Kolom komentar Instagram Iky dan berbagai repost di media sosial langsung dibanjiri reaksi negatif. “Kemarin dia bilang semua guru korupsi, sekarang klarifikasi malah bahas pembulian, kok gak nyambung,” tulis seorang netizen mengomentari video Iky. Yang lain menambahkan, “Klarifikasi tapi masih cari pembenaran. Kamu ini boti problematik, playing victim manipulatif,” sindir pengguna lain, memakai istilah “boti” (bocah TikTok) untuk menyebut Iky sebagai anak TikTok yang bermasalah. Istilah playing victim pun melekat pada sikap Iky yang dianggap berpura-pura jadi korban demi simpati, alih-alih bertanggung jawab penuh.

Iky Kabah sendiri hingga kini belum menanggapi lebih lanjut di luar video klarifikasi tersebut. Tidak ada jumpa pers resmi maupun pernyataan melalui kuasa hukum yang diketahui publik. Belum ada informasi apakah Iky telah memenuhi panggilan kepolisian atau menemui perwakilan PGRI untuk mediasi. Yang jelas, permintaan maaf Iky belum meredakan kontroversi. PGRI Kalbar melalui Masturah menyatakan bahwa pihaknya tetap melanjutkan proses hukum. Mereka menilai permintaan maaf Iky tidak tulus dan tidak menyentuh inti permasalahan, sehingga proses harus berlanjut demi keadilan bagi guru yang telah difitnah.

BACA JUGA:Nano-Influencer di Kota Pontianak Diduga Lakukan Penganiayaan Terhadap Seorang Wanita

Analisis Media Sosial

Kasus Iky Kabah berkembang pesat berkat sorotan di media sosial. Awalnya viral di TikTok, kontroversi ini segera menyebar ke platform lain seperti Instagram, Twitter, hingga YouTube. Berikut beberapa pengamatan tentang bagaimana kasus ini dibahas di ranah digital:

 • Ledakan di TikTok: Platform asal di mana video Iky diunggah langsung dibanjiri reaksi. Video orisinal Iky ditonton ratusan ribu kali dalam waktu singkat, dan jumlah itu terus bertambah seiring hebohnya pemberitaan. Ribuan komentar muncul, kebanyakan berisi kecaman. Tak sedikit guru yang membuat duet atau stitch video Iky untuk memberikan klarifikasi dan bantahan. Tagar terkait seperti #GurukuBukanKoruptor sempat muncul di TikTok sebagai bentuk pembelaan komunitas guru. Konten respons Pak Heru (guru TikTok @heruse_95) misalnya, viral dengan pesan bahwa pernyataan Iky menyesatkan dan menggeneralisasi tanpa bukti. Secara keseluruhan, algoritma TikTok mendorong diskusi ini ke beranda banyak pengguna di Indonesia, membuat nama Iky Kabah melambung sebagai trending topic di TikTok Indonesia pada akhir Februari.

 • Percakapan di Instagram: Di Instagram, kasus ini juga ramai dibicarakan. Sejumlah akun berita dan gosip lokal membagikan ulang video Iky berikut perkembangannya. Misalnya, akun @pontianakinfo dan @radar_bogor memposting berita pelaporan Iky ke polisi, yang mendapat ribuan likes dan komentar. Kompas.com bahkan mengunggah Instagram Stories dengan pendapat pakar hukum Feri Amsari tentang kasus ini, menandakan perhatian media arus utama. Hashtag #IkyKabah dan #HinaGuru bermunculan, meski tidak selalu trending, namun cukup untuk mengelompokkan diskusi. Banyak netizen memanfaatkan Instagram sebagai wadah beropini lebih panjang dibanding komentar di TikTok. Beberapa di antaranya mempertanyakan, “Apakah pantas anak seusia Iky dipenjara karena ujarannya?” sementara yang lain menjawab tegas bahwa konsekuensi harus diterima. Yang menarik, sejumlah warganet Pontianak memberikan konteks lokal, misalnya soal latar belakang sekolah Iky dan reputasinya di lingkungan setempat, sehingga memperkaya sudut pandang publik.

 • Debat di Twitter: Di Twitter (atau X), topik Iky Kabah juga mengemuka walau tidak setenar di TikTok/IG. Pengguna Twitter cenderung membahas dari sisi prinsip kebebasan berpendapat vs penghinaan. Ada thread viral yang menjelaskan duduk perkara kasus Iky, lengkap dengan analisis pasal hukum yang mungkin menjeratnya. Beberapa netizen mengkritisi PGRI: “Guru kok baper, dikritik siswa malah lapor UU ITE,” cuit seseorang. Namun segera dibalas oleh yang lain: “Ini bukan kritik biasa, tapi ujaran kebencian ke profesi. Wajar dilaporkan”. Perdebatan di Twitter relatif seimbang antara yang menyoroti substansi masalah pendidikan (bullying, pungutan liar di sekolah) dan yang menyoroti perilaku Iky. Tagar #JusticeForIky sempat muncul, sebagian digunakan secara sarkastis untuk mengecam Iky yang playing victim, sebagian lain justru simpati terhadap pengalaman pahit Iky. Meski gaungnya tak sebesar di platform lain, diskursus di Twitter menambah dimensi serius pada kasus ini, melampaui sekadar gosip viral.

 • Liputan di YouTube dan Facebook: Media berita arus utama menangkap fenomena ini dan mempublikasikannya di kanal YouTube. KOMPAS TV, misalnya, merilis video berita berjudul “Tiktokers Hina Guru Dipolisikan” yang menjelaskan kronologi kasus. Video serupa dari iNews dan Tribun juga beredar, mengemas ulang informasi untuk penonton luas. Komentar di kanal-kanal berita ini mayoritas mendukung langkah PGRI dan menganggap konten Iky sudah kelewatan. Sementara di Facebook, komunitas alumni sekolah dan grup orang tua murid turut membahas kasus Iky. Ada yang membagikan tangkapan layar pernyataan Iky dan menanyakan pendapat anggota grup. Umumnya, warganet Facebook yang lebih dewasa menanggapi dengan nasihat agar “jangan cepat percaya influencer” dan mengingatkan pentingnya adab terhadap guru.

Secara umum, analisis media sosial menunjukkan bahwa kasus Iky Kabah tidak hanya viral sebagai skandal sesaat, tetapi juga memicu diskusi serius tentang etika di dunia pendidikan dan batas kebebasan berpendapat. Pola penyebaran viralnya juga menarik: dimulai dari TikTok oleh generasi muda, lalu merambah ke platform lain dan dibahas lintas generasi. Ini menandakan isu yang diangkat (hubungan guru-murid, korupsi di sekolah) resonan dengan banyak orang, walaupun disampaikan Iky dengan cara yang keliru. Media sosial menjadi arena “pengadilan publik” di mana Iky telah divonis bersalah oleh sebagian besar netizen, jauh sebelum proses hukum formal mencapai putusan.

Sumber: