Mengenal Martial Law Hingga Kondisi Korea Selatan Saat Ini

Rabu 04-12-2024,10:25 WIB
Reporter : Muhammad Zibi Alifiqri, S. Pd
Editor : Tim Redaksi

PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Seluruh dunia tengah menyoroti Korea Selatan setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer pada Selasa, 3 Desember 2024 malam. Langkah ini menimbulkan kegemparan nasional dan internasional, mengingat sejarah kelam kediktatoran militer di negara tersebut.

Dalam pidatonya yang disiarkan langsung di televisi, Yoon menuduh oposisi terlibat dalam aktivitas “antinegara,” yang dia klaim telah menciptakan kekacauan di negara itu. Dia menyatakan darurat militer sebagai langkah untuk “menyelamatkan demokrasi,” tetapi banyak pihak menilai keputusan ini sebagai ancaman besar bagi sistem demokrasi Korea Selatan.

Apa Itu Martial Law?

Darurat militer, atau martial law, adalah keadaan di mana kekuasaan sipil digantikan oleh militer. Dalam kondisi ini, hak-hak sipil warga sering kali ditangguhkan, dan tindakan pemerintah berada di bawah kendali penuh militer.

Korea Selatan terakhir kali menerapkan darurat militer pada 1979, saat diktator militer Park Chung-hee tewas dalam kudeta. Sejak menjadi negara demokrasi parlementer pada 1987, Korea Selatan tidak lagi memberlakukan darurat militer, hingga pernyataan Yoon pada Selasa malam.

Jenderal Angkatan Darat Park An-soo, yang ditunjuk sebagai komandan darurat militer, mengeluarkan dekrit yang melarang semua kegiatan politik, demonstrasi, serta kontrol penuh atas media dan publikasi. Namun, sejauh ini media Korea Selatan tetap aktif melaporkan kejadian tersebut.

Gejolak di Parlemen dan Protes Rakyat

Keputusan Yoon memicu aksi protes besar-besaran. Ribuan warga berkumpul di luar Majelis Nasional untuk menuntut pembatalan darurat militer dan kembalinya pemerintahan demokratis. Mereka meneriakkan “Hancurkan kediktatoran!” dan “Tidak ada darurat militer!”

Di dalam parlemen, anggota oposisi bergerak cepat. Dengan dukungan 190 dari 300 anggota parlemen, Majelis Nasional menggelar sidang darurat pada Rabu dini hari untuk membatalkan deklarasi tersebut. Deklarasi darurat militer dinyatakan tidak sah hanya enam jam setelah diumumkan.

Ketua Partai Demokrat liberal, Lee Jae-myung, memimpin langkah ini dan meminta warga untuk bergabung dalam protes damai. Sementara itu, beberapa anggota Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, partai Yoon sendiri, mengecam tindakan tersebut sebagai “langkah keliru” yang membahayakan demokrasi Korea Selatan.

Kondisi Terkini

Walau darurat militer dibatalkan oleh parlemen, ketegangan masih terasa di seluruh negeri. Pasukan militer yang sempat dikerahkan ke gedung parlemen telah ditarik, tetapi protes di berbagai wilayah tetap berlanjut.

Leif-Eric Easley, seorang pengamat politik dari Universitas Ewha, mengatakan bahwa keputusan Yoon adalah “kesalahan besar” yang dapat memperburuk situasi politik dan ekonomi Korea Selatan.

“Ini adalah langkah putus asa yang akan memicu seruan pemakzulan terhadapnya,” ujarnya.

Tindakan Yoon ini menimbulkan pertanyaan besar tentang stabilitas politik Korea Selatan, yang telah lama menjadi simbol demokrasi modern di Asia. Dengan krisis ini, masa depan pemerintahan Yoon berada di ujung tanduk, dan dunia terus memantau langkah selanjutnya dari negara yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia tersebut.

Kategori :