Perjuangan Acui Simanjaya: Pedang, Uang, dan Tameng
Andreas Acui Simanjaya politisi senior Fraksi PDIP-Erwin Irvandi Putra-Disway Kalbar
Pontianak Disway - Dalam kehidupan yang serba dinamis, kadang-kadang kita menemukan individu yang memperlihatkan keberanian dan keteguhan hati yang luar biasa. Acui Simanjaya, seorang Politisi senior dari PDIP asal Kalimantan barat. Punya falsafah dengan pedang di satu tangan, uang di tangan lain, dan tameng yang melindungi hatinya, dia telah menunjukkan kepada masyarakat bahwa keberanian sejati berasal dari tekad yang kuat.
Acui Simanjaya telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam perjuangan menyelesaikan berbagai masalah sosial. keinginannya untuk membawa perubahan yang positif bagi masyarakat terbukti menjadi motivasi utama dalam hidupnya.
Berbagai rintangan menghadang di sepanjang jalan perjuangannya. Dari konflik pelayanan rumah sakit yang kurang baik sampai dengan kasus pemerkosaan anak. Acui tidak pernah mundur. Dia memilih untuk menghadapi masalah-masalah tersebut dengan kepala tegak dan hati yang penuh semangat.
“Kalau soal politik tuh begini, saya sebenarnya senang mengurusi orang lain, cuman di politik itu kita punya kekuatan untuk memaksakan niat kita, banyak kok rumah sakit kita saat berhadapan dengan misi yang dilakukan Yayasan sosial, ndak diurus sama rumah sakit itu, tapi kalo dengan lambang dewan di baju kita, kepala rumah sakit perlu menghadap kita. Di Indonesia ini pengusaha harusnya Punya uang di tangan kiri punya pedang di tangan kanan, nah ini politik kan. Kalau tidak kita tidak memiliki keduanya kita tidak di perhatikan, dan takut akan sama penguasa.” Ucap Acui saat memberikan keterangan Bersama Disway Kalbar, Sabtu, (03/02/2024)
Namun, pedang yang dia miliki bukanlah hanya alat untuk pertempuran fisik. Bagi Acui, pedang adalah simbol keadilan dan keberanian yang tajamkan dengan posisi dalam dunia politik. Dia menggunakan kekuatannya untuk melindungi yang lemah, memperjuangkan hak-hak mereka yang tertindas, dan menegakkan kebenaran di mana pun dia berada.
“Aku pernah ngurus seorang bapak tukang kayu, istri meninggal terkena radang otak, bapaknya juga sedang demam tinggi 43 derajat, saya saat itu sedang sidang, begitu dengar berita dari laporan masyarakat, saya telpon direkturnya RSUD “pak tolong diurus, nanti saya akan datang selesai rapat”, selesai rapat saya datang, ternyata bapak tuh masih di infus di dalam mobil ambulance di depan rumah sakit, alasanya karna kamarnya habis, bapak direktur pada waktu itu rupanya tidak telpon ke anak buahnya. Saya masuk ke UGD, dan marah besar “apa maksudnya pasien miskin ini diperlakukan kayak Binatang!!” saya tanya, sekali di periksa ternyata ada kamar. Di rawat lah bapak nih, tiga minggu.
Minggu ke tiga, bapak itu langsung sadar dan saat saya bezuk Beliau ngomong begini “pak saya terima kasih saya sudah di urus, anak saya masih dua, Perempuan tolong dijaga” saya pikir semuanya sudah aman la, besoknya meninggal, rupanya Bapak Tukang ini bangun dari Deman nya demi mengucapkan terima kasih nya,” Ucap Acui saat menceritakan pengalamannya Bersama Disway Kalbar, Sabtu, (03/02/2024)
BACA JUGA:PSI Mengajukan 2 Wanita Hebat untuk Mempromosikan Keadilan Hidup dan Lingkungan Melalui Kursi DPRD
Andreas Acui Simanjaya Mengaku tujuan ia masuk politik senang membantu Masyarakat tanpa mengharapkan keuntungan sepersen pun.
“Begitu masuk dewan kita kan ada fraksi fraksi dan kita ditugaskan dalam fraksi tertentu berdasarkan keputusan partai. Nah saya pilih dan meminta di tempatkan di Komisi E, komisi kita minim sumber uangnya, kita Komisi E itu kalau misal orang miskin, Komisi E itu ngurus pendidikan ngurus orang terlantar, masalah sosial dan kesehatan, ndak ada yang mau disitu, saya senang disitu karena walaupun duitnya enggak ada dan nggak ada yang mau di situ, saya senang di situ karena bisa menjalankan misi sosial untuk kebaikan masyarakat, bisa membantu banyak orang.” Tambahnya Andreas Acui Simanjaya saat Bersama Disway Kalbar, Sabtu, (03/02/2024)
Banyak hal yang Acui rasakan saat menjadi dewan, adapun selain dari cerita rumah sakit Pemerintah yang pelayanannya kurang baik, Andreas Acui Simanjaya juga membagikan ceritanya saat ia berhadapan dengan kasus pemerkosaan anak.
“Saya pernah menangani, ada 3 anak ya, ibunya kawin ke Malaysia, anaknya umurnya 11, 10 dan 8 tahun. Tiga tiganya tinggal Bersama pamannya, tiga tiganya di perkosa sama pamannya dan kawan kawannya. Pamanya sering memperkosa adik yang paling kecil, tapi saat ingin melakukan pelecehan, kakaknya sampai memohon dan bilang begini “udah la jangan dengan adik saya, dengan saya saja, supaya adiknya jangan di rusak, kasihan.” Akhirnya kita selidiki, ternyata 8 orang yang jadi tersangka, pamanya, kawan pamanya, dan tukang sayur.”
“Jadi kita tahu laporannya anak itu cerita ke istri pendeta, “bu kami tidak tahan, kami sering di paksa sama paman”, Lapor ke kita, saya datang. Kejadianya 3 tahun lalu itu, penuh perlawanan, banyak masalah.”
“Dan ke 8 orang ini tidak dipenjarakan, tapi ada permainan uang, jadi 2 orang yang kurang bukti menerima uang suap, visum membuktikan bahwa ketiga anak ini pernah diajak melakukan hubungan seksual, tapi buktinya kurang kuat siapa pelaku yang memperkosanya. Yang lain punya duit lolos tu. Hukum kita ini jelek. Maka dari itu Kalau kita bekerja kita harus punya senjata secara politik.” Ucap Acui Saat menceritakan pengalamannya menghadapi kasus pemerkosaan anak, Sabtu, (03/02/2024)
Tamengnya melambangkan perlindungan dan keamanan, Tameng itu adalah keteguhan hatinya dalam melakukan tugas, Acui tidak hanya melindungi dirinya sendiri, tetapi juga melindungi orang-orang di sekitarnya dari bahaya dan ketidakadilan. Sikapnya yang berani dan tegas telah membawa harapan dan kepercayaan kepada mereka yang membutuhkan bantuan.
Sumber: disway kalbar