Indonesia dan Negara Lain Protes Pidato Netanyahu, Menlu Retno Serukan Pengakuan Palestina
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia saat menghadiri Sidang PBB --Kementrian Luar Negeri RI
PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-79 yang berlangsung di New York, Amerika Serikat, pada 27 September 2024, Indonesia bersama beberapa negara lain melakukan aksi walk out saat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan pidato. Aksi ini merupakan bagian dari protes atas kebijakan Israel yang dianggap terus melanggengkan konflik dengan Palestina, terutama di tengah pidato Netanyahu yang mengklaim keinginan damai.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berbicara mengenai invasi negaranya terhadap Gaza dan Lebanon.
"Saya memutuskan untuk datang ke sini dan meluruskannya. Yang sebenarnya terjadi adalah: Israel berjuang mencari kedamaian. Israel akan membuat damai dan akan membuat kedamaian. Namun kini kita menghadapi musuh yang ingin menghancurkan, karena itu kita harus melawannya,"kata natanyu dikutip dari times of israel
Aksi walk out yang Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menuai berbagai reaksi dari netizen. Di media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter), banyak netizen yang memberikan pujian atas tindakan tegas pemerintah Indonesia. Seorang netizen, @neguzen, berkomentar, "Mantap, salah satu bentuk konsistensi memperjuangkan kemerdekaan Palestina," sambil mengacungkan dukungannya kepada Menlu Retno.
BACA JUGA:Penambangan Emas Ilegal oleh WNA China di Ketapang Rugikan Negara Rp1,020 Triliun
Namun, tidak semua tanggapan bernada positif. Beberapa pihak menganggap aksi tersebut dapat memperburuk hubungan diplomatik. Seorang netizen dengan tegas mengkritik, “Terus tujuan Kemenlu ke sana buat apa? Mau berdiplomasi atau ngajak perang? Sayang banget anggaran negara cuma buat sok jagoan," ujarnya, mempertanyakan apakah aksi walk out ini benar-benar efektif dalam mencapai tujuan diplomasi Indonesia di panggung internasional.
Di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-79, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga mengadakan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Slovenia, Dr. Robert Golob, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB. Dalam pertemuan tersebut, Menlu Retno mengapresiasi keputusan Slovenia yang mengakui kedaulatan Palestina pada 4 Juni 2024, serta dukungan negara tersebut dalam menyerukan gencatan senjata dan kelancaran bantuan kemanusiaan untuk Gaza.
Retno Marsudi juga mengeluarkan pernyataan tegas menanggapi pidato Netanyahu di Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB. Ia meragukan ketulusan seruan perdamaian yang disampaikan oleh pemimpin Israel tersebut, terutama mengingat Israel terus melakukan serangan terhadap negara-negara tetangga, termasuk Lebanon.
"Dia berdiri di podium dan berkata, 'Israel mendamba perdamaian'. Apa benar? Bagaimana mungkin kita akan percaya pernyataan itu?" ujar Menlu Retno, merujuk pada serangan udara Israel terhadap Beirut yang terjadi saat Netanyahu sedang berpidato di PBB.
BACA JUGA:Tragedi Lebanon : Menlu Retno Ajak Negara Non-Blok Dukung Pengakuan Palestina
Retno pun mendesak masyarakat internasional untuk memberikan tekanan lebih kuat kepada Israel agar menghentikan aksi kekerasan dan kembali pada jalan damai melalui Solusi Dua Negara. Pernyataannya disambut tepuk tangan meriah dari para delegasi yang hadir di Sidang Majelis Umum PBB.
Lebih lanjut, Menlu Retno menyerukan kepada negara-negara yang belum mengakui kedaulatan Palestina untuk melakukannya saat itu juga. Menurutnya, pengakuan terhadap Palestina bukan hanya sebuah tindakan simbolis, tetapi juga investasi untuk masa depan dunia yang lebih damai, adil, dan berperikemanusiaan.
"Pengakuan terhadap Palestina adalah bagian dari tanggung jawab kita untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Ini bukan hanya soal politik, tetapi juga soal kemanusiaan," pungkasnya.
Aksi walk out ini menegaskan konsistensi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina, yang telah menjadi salah satu pilar kebijakan luar negeri Indonesia sejak masa Presiden Soekarno. Sementara itu, di dunia maya, diskusi tentang efektivitas aksi diplomatik ini terus berkembang, dengan opini yang terbelah antara mereka yang mendukung tindakan tegas pemerintah dan yang mengkritiknya sebagai langkah yang lebih simbolis daripada substantif.
Sumber: