"POLITIK DUA MUKA" Abdul Kadir Menyatukan Dua Suku Berseteru, Simak Kisahnya!!
--
PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Dilantik menjadi Kepala Pemerintahan Kawasan Melawi yang masuk dalam kekuasaan Kerajaan Sintang tidak membuat Abdul Kadir semringah. Hatinya gundah gelisah. Dia masygul. Bagaimana tidak, Kerajaan Sintang telah tunduk kepada pemerintahan Belanda yang datang menginvasi Kalimantan Barat sejak tahun 1820.
Oleh Raja Sintang, Abdul Kadir dipilih bukan tanpa alasan. Sejak berusia remaja, ia telah membantu ayahnya, Oerip yang bekerja sebagai hulubalang atau pimpinan pasukan Kerajaan Sintang. Meskipun usianya muda, dia mampu melaksanakan tugasnya dengan sangat baik dan menyelesaikan seluruh perintah raja dengan cepat.
Berbekal pengabdian dan rekam jejak yang baik, Raja Sintang jelas tidak salah memilih Abdul Kadir yang kala itu berusia 74 tahun, menggantikan posisi ayahnya yang mangkat. Jabatan tersebut membuat Raja Sintang memberikan gelar baru baginya, yaitu Raden Tumenggung.
Posisinya sebagai kepala pemerintah Melawi membuatnya dilematis. Di satu sisi Raja Sintang—orang yang memberikannya gelar Raja—telah tunduk kepada Belanda. Di sisi lain, dia merupakan salah satu orang yang paling anti terhadap penjajahan Belanda. Kebenciannya telah mendarah-daging sejak pertama kali Belanda datang di bumi Borneo.
Berkat kedekatan dengan Raja Sintang, pelan tapi pasti Belanda mulai memperluas wilayah kekuasaannya ke daerah Melawi. Ini adalah dampak keberhasilan Abdul Kadir membuat Melawi menjadi salah satu daerah dengan perkembangan ekonomi yang pesat.
Mengetahui akal bulus Belanda ingin menguasai Melawi, ia pun bersiasat. Dalam buku berjudul Kisah Perjuangan Pahlawan Indonesia karya Iim Imadudin dan Lia Nuralia dijelaskan bahwa Abdul Kadir sejak muda memiliki cita-cita untuk membangkitkan kesadaran dan nasionalisme rakyatnya untuk melawan Belanda.
Sebagai langkah awal, dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu suku Dayak dan Melayu yang sudah bertikai bertahun-tahun, disatukannya.
Kekuatan dari kedua suku ini memang dibutuhkan dalam melawan Belanda. Dari sisi jumlah, meskipun tidak ada angka resmi, komunitas Dayak mencapai 30–40% dari total penduduk Kalimantan Barat. Suku Dayak memiliki 151 sub suku dan 100 subsuku. Sementara itu, suku Melayu sendiri juga memiliki populasi yang besar dengan persentase sebesar 40–50%.
Kedua kelompok itu hidup dalam ruang geografi dan sosial yang sama. Mereka terlibat interaksi antara satu dengan yang lain di hampir semua bidang kehidupan. Dalam situasi tertentu pasang surut hubungan mereka diwarnai dengan persaingan, ketegangan, dan konflik.
Berdasarkan itu pula, Kadir tergerak untuk menyatukan dua suku agar sama-sama melawan Belanda. Ia pun bersafari menemui tetua-tetua. Di depan rakyat, dia membakar semangat Suku Dayak dan Suku Melayu untuk sama-sama melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Kadir berupaya menyadarkan mereka, Belanda lah yang sejatinya harus diperangi.
“Selama masih berada di bawah telapak kaki penjajah, tidak akan pernah bahagia dan hidup makmur!” seru Abdul Kadir kepada dua suku tersebut.
Niatan membuahkan hasil. Kedua suku akhirnya berdamai. Bahkan, mereka berjanji untuk saling bantu dan terhimpun sebagai kekuatan rakyat Melawi dalam melawan penjajah Belanda.
Akan tetapi, aktivitas bawah tanah ini tercium oleh Belanda. Pada tahun 1866 Belanda mencoba membujuk Abdul Kadir dengan memberikan sejumlah uang dan menganugerahi gelar Setia Pahlawan. Dia diminta bekerja sama dan menghentikan aksinya.
Pemberian itu ditolaknya. Dia merasa hadiah tersebut adalah taktik licik Belanda. Penolakan membuat Belanda panas.
Peran Ganda
Merasa sudah cukup merasuk dan menghimpun kekuatan rakyat, Kadir menjalankan strategi peran ganda pada tahun 1868.
Sebagai kepala pemerintah Melawi yang tunduk pada Kerajaan Sintang, Abdul Kadir secara cerdik menurunkan ego untuk bersikap setia pada pemerintahan Belanda. Di sisi lain, ia terus melakukan konsolidasi bersama rakyat. Dia membangun kesatuan bersenjata di berbagai pelosok Melawi dan sekitarnya.
Sebagai kepala pemerintah yang tampak setia, ia dengan mudah mendapatkan informasi-informasi penting dari Kerajaan Sintang tentang taktik Belanda. Sedikit demi sedikit pasukannya mulai melancarkan aksi. Aksi-aksi gangguan keamanan terhadap Belanda di wilayah Melawi bermunculan.
Dua tahun mendapati gangguan tersebut membuat Belanda naik darah. Pada tahun 1868, Belanda membuat operasi militer besar-besaran di daerah Melawi untuk menyerang para pengikut Abdul Kadir.
Meskipun dibombardir Belanda, pasukannya tidak sedikitpun gentar. Berbekal politik dua muka, dia menjadi dalang yang luwes. Cara tersebut efektif. Pasukannya lebih mudah memantau pergerakan Belanda dan selanjutnya melakukan serangan balasan.
Militer Belanda pun kewalahan dengan aksi lawan yang selalu paham pergerakan dan strategi mereka. Pasukan Belanda kebingungan, seakan sedang melawan hantu gentayangan. Ini terjadi selama tujuh tahun lamanya semenjak dirinya menjalankan peran gandanya.
Akan tetapi, seperti kata pepatah bahwa sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh. Itu pula dialami Kadir. Setelah tujuh tahun menyusahkan penjajah dengan ‘politik muka dua’, posisinya sebagai pemimpin inti perjuangan di Melawi pun diketahui Belanda.
Tanpa ampun Belanda langsung menyerang markas-markas tentara rakyat dan menangkap Abdul Kadir. Usianya kala itu menginjak 104 tahun pada 1875. Kadir yang lansia mudah ditangkap. Ia ditahan di Benteng Saka Dua di Nanga Pinoh. Sayangnya, setelah tiga minggu ditahan, kondisi kesehatannya memburuk dan akhirnya meninggal dunia.
Kematian Kadir tak menyurutkan perlawanan rakyat Melawi. Peperangan dengan model strategi yang sama, berlangsung di Sintang hingga tahun 1913.
Apa yang dilakukan Abdul Kadir merupakan contoh nyata bagaimana kesetiaan terhadap bumi pertiwi harus terus dijunjung tinggi di tengah kilauan harta dan takhta.
Atas jasa-jasanya, maka pada tahun 1999 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114/TK/Tahun 1999, pemerintah Indonesia menganugerahkan Abdul Kadir Raden Tumenggung Setia Pahlawan sebagai Pahlawan Nasional. Kadir sampai kini menjadi satu-satunya Pahlawan Nasional asal Kalimantan Barat.
Publish: Rifaldi
Sumber: validnews.id