Iklan pemberitaan
Rentcar MaC

Sejarah Kota Pontianak: Dari Negeri Seribu Sungai Menjadi Kota Khatulistiwa

Sejarah Kota Pontianak: Dari Negeri Seribu Sungai Menjadi Kota Khatulistiwa

Penampakan bambu runcing yang ada di Kota Pontianak--Pinterest

PONTIANAKINFO.COM, PONTIANAK - Kota PONTIANAK, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, dikenal luas sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui oleh garis lintang nol derajat bumi. Namun, di balik julukan geografisnya yang ikonik, PONTIANAK memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perjuangan, perdagangan, dan kebudayaan di tepian Sungai Kapuas dan Landak.

Awal Berdirinya Kota Pontianak

Kota Pontianak didirikan pada 23 Oktober 1771 Masehi oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie, seorang keturunan Arab yang dikenal sebagai ulama dan pejuang. Menurut catatan sejarah, kedatangan Sultan Syarif Abdurrahman ke kawasan tersebut awalnya untuk membuka perkampungan baru sekaligus menyebarkan ajaran Islam.

Kisah berdirinya Pontianak tidak lepas dari legenda tentang gangguan makhluk halus di sekitar hutan pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Dalam cerita rakyat setempat, Sultan dan rombongannya sempat diserang makhluk halus bernama “kuntilanak”. Untuk mengusirnya, Sultan melepaskan tembakan meriam ke berbagai arah, dan dari situlah nama “Pontianak” berasal. Kata itu dipercaya berasal dari “Kuntilanak”, yang kemudian menjadi nama kota tersebut hingga sekarang.

BACA JUGA:Wali Kota Pontianak Dorong Pembinaan Atlet Muda Lewat Kejurprov Balap Motor Kalbar Seri IV

Setelah situasi aman, Sultan Syarif Abdurrahman membangun Istana Kadariah, yang kini masih berdiri megah di Kampung Dalam Bugis, Pontianak Timur. Istana ini menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Pontianak dan saksi bisu berdirinya kota yang kini telah berusia lebih dari dua abad.

Masa Kolonial dan Perkembangan Awal

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Pontianak menjadi salah satu pelabuhan penting di Kalimantan Barat. Letaknya yang strategis di tepi Sungai Kapuas menjadikan kota ini sebagai pusat perdagangan hasil bumi seperti lada, karet, dan emas. Belanda kemudian memperluas pengaruhnya dengan membangun infrastruktur dan membuka jalur transportasi sungai.

Kesultanan Pontianak tetap diakui keberadaannya meski berada di bawah pengaruh Belanda. Sultan-sultan penerus seperti Sultan Syarif Kasim Alkadrie dan Sultan Syarif Hamid II memainkan peran penting dalam menjaga identitas budaya serta memperjuangkan hak-hak rakyat Pontianak pada masa penjajahan dan awal kemerdekaan.

BACA JUGA:BRN KORDA Kalimantan Barat Gelar MUSDA Pertama di Hotel Mahkota Pontianak

Pontianak di Era Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, Pontianak ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 1957. Sejak itu, kota ini berkembang pesat sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, dan perdagangan di wilayah barat Pulau Kalimantan.

Ciri khas Pontianak yang unik adalah keberagaman masyarakatnya. Kota ini menjadi rumah bagi berbagai suku seperti Melayu, Dayak, Tionghoa, Bugis, dan Madura. Keberagaman itu terwujud dalam budaya, kuliner, hingga perayaan hari besar yang berlangsung harmonis.

BACA JUGA:Kreativitas Guru SMPN 13 Pontianak Diakui Dunia, UNESCO Beri Penghargaan atas Inovasi Pembelajaran AI

Sumber: