Data Pribadi Jurnalis Berinisial DB Diduga Bocor, Korban Lapor ke Irwasda Polda Kalbar

DB bersama kuasa hukumnya-Dok. Pontianak Info Disway-Disway
PONTIANAKINFO.COM,Pontianak – Dugaan penyalahgunaan data pribadi kembali mencuat, kali ini melibatkan institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan keamanan masyarakat. Seorang jurnalis berinisial DB mengaku menjadi korban intimidasi setelah data pribadinya—termasuk titik koordinat lokasi tinggal dan informasi keluarga—diekspose oleh seseorang dalam sebuah pertemuan yang mencurigakan.
Data tersebut, yang disodorkan dalam format PDF dan berlogo “Cyber Polda Kalbar”, diduga bersumber dari sistem internal aparat penegak hukum. Kini, kuasa hukum DB melaporkan kejadian itu secara resmi ke Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Kalbar.
BACA JUGA:Wartawan Diancam di Pontianak, LI BAPAN: “Harus Disikapi Serius”
“Kejadian pengancaman itu benar adanya. Saya yang mengalami langsung. Selebihnya bisa disampaikan oleh penasihat hukum saya, Bang Bian,” ujar DB kepada media dalam pernyataan singkatnya, Minggu (16/6).
Stevanus Febyan Babaro atau yang akrab disapa Bian, sebagai kuasa hukum DB, menyampaikan bahwa laporan pengaduan masyarakat telah dilayangkan ke Irwasda dengan fokus utama pada dugaan kebocoran data oleh oknum polisi aktif.
“Data pribadi klien kami lengkap, bahkan titik koordinat lokasi, disodorkan oleh sekelompok orang di sebuah kafe. Dokumen itu berlogo Cyber Polda. Maka kami melapor ke Irwasda karena fungsi mereka sebagai pengawas internal,” terang Bian.
BACA JUGA:Diduga Pengancaman Jurnalis Menggunakan Data Pribadi Berlogo Siber Polda, Bocor?
Langkah pelaporan ini disebut Bian sebagai upaya menyasar hulu masalah. Ia menilai tindakan ini bukan sekadar intimidasi terhadap seorang jurnalis, melainkan mencerminkan ancaman laten terhadap sistem keamanan data masyarakat sipil yang sewaktu-waktu bisa diakses dan disalahgunakan oleh aparat sendiri.
“Kenapa belum ke Kriminal Umum? Karena kami ingin menyerahkan dulu kepada fungsi pengawasan internal. Kalau pelakunya benar dari internal Polda, ini bukan sekadar kriminal, ini pelanggaran institusional.”
Meski dalam pertemuan tersebut tidak ada ancaman eksplisit secara lisan, namun tindakan memperlihatkan data sensitif kepada korban dinilai sebagai bentuk tekanan psikologis yang serius.
Kasus ini semakin sensitif ketika beberapa saksi yang hadir dalam pertemuan tersebut diduga merupakan anak pejabat yang memiliki kedekatan dengan pihak-pihak berkepentingan dalam bisnis tambang ilegal (PETI). Ketika ditanya, Bian memilih berhati-hati dan enggan menyebutkan keterlibatan langsung para saksi.
“Saksi-saksi sudah kami identifikasi dan lampirkan dalam laporan. Nama-nama seperti IR, MHA, MRF, APP, DP, dan QA disebut sebagai pihak yang hadir saat itu. Tapi sejauh apa peran mereka, kami serahkan kepada penyelidikan resmi.”
Sumber: