IAC Sesalkan Putusan Banding Paten Lenacapavir: Akses ke Obat HIV Generasi Baru Masih Terkendala

--
Menyoroti Keterbatasan Lisensi Sukarela Lenacapavir dari Gilead Sciences
Menanggapi hal ini, IAC menyayangkan putusan Majelis Hakim yang kembali tidak mempertimbangkan aspek substantif dalam kasus. Sebelumnya, pada tahun 2023, IAC bersama para mitra telah mengajukan banding terhadap paten obat Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) Bedaquiline. Namun, putusan yang dikeluarkan saat itu juga tidak membahas substansi dari permasalahan yang diajukan.
Aditya juga mengkritisi pengumuman lisensi sukarela dari Gilead Sciences yang dirilis pada bulan Oktober 2024. Dalam pengumuman tersebut, Gilead memberikan lisensi kepada enam perusahaan farmasi untuk memproduksi Lenacapavir versi generik yang akan dijual di 120 negara berpendapatan rendah-menengah (LMIC).
Namun, menurut Aditya, lisensi sukarela ini masih memiliki banyak keterbatasan, di antaranya:
1. Produsen generik Indonesia tidak dilibatkan, sehingga akses dalam negeri tetap terhalang oleh monopoli Gilead Sciences.
2. Pemilihan negara dilakukan tanpa pertimbangan kesehatan publik. Negara berpendapatan menengah-tinggi (upper-middle income) seperti Argentina, Brasil, Meksiko, dan Peru dikecualikan, meskipun mereka memiliki prevalensi HIV yang tinggi dan menjadi lokasi uji klinis Purpose 2 Lenacapavir. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan dan pelanggaran terhadap Deklarasi Helsinki.
3. Harga jual Lenacapavir belum diumumkan secara transparan, sehingga akses tetap tidak pasti.
4. Adanya pembatasan yang melanggengkan dominasi Gilead Sciences, termasuk larangan kombinasi produk, kewajiban pelaporan data pasien, larangan menjual kepada negara-negara di luar cakupan lisensi, serta kendali atas bahan baku dan pemasok.
“Lisensi sukarela ini tampaknya lebih bertujuan untuk mempertahankan dominasi Gilead di pasar global dibandingkan menunjukkan kepedulian nyata terhadap kesehatan masyarakat. Selama berbagai pembatasan ini masih diterapkan, maka lisensi ini hanya menjadi strategi pencitraan,” tegas Aditya.
Solidaritas Global untuk Mengakhiri Monopoli atas Obat-Obatan Esensial
Banding paten yang diajukan IAC merupakan bagian dari gerakan global untuk menentang monopoli paten atas obat-obatan esensial oleh perusahaan farmasi besar. Melalui Konsorsium Make Medicines Affordable (MMA), berbagai organisasi berbasis komunitas di India, Argentina, Indonesia, Vietnam, dan Thailand telah mengajukan 10 permohonan banding paten terhadap Lenacapavir. Organisasi-organisasi tersebut meliputi Thai Network of People Living with HIV (TNP+), Delhi Network of Positive People (DNP+), Fundación Grupo Efecto Positivo (FGEP), Vietnam Network of People living with HIV (VNP+), dan Indonesia AIDS Coalition (IAC).
“Lenacapavir memiliki banyak keunggulan. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa obat ini dapat diakses oleh semua orang, tanpa terkecuali. Inovasi kesehatan tidak akan berguna jika tidak dapat diakses oleh masyarakat. Jika kita ingin mengakhiri AIDS pada tahun 2030, maka Lenacapavir harus tersedia secara luas dan terjangkau, termasuk di Indonesia. Monopoli atas obat esensial tidak dapat dibiarkan, dan Pemerintah Indonesia harus memprioritaskan hak publik atas kesehatan di atas kepentingan korporasi,” tutup Aditya.