Rentcar MaC
Mau iklan?

Bhima Yudhistira: Dampak Ekonomi Tersembunyi dari Makan Siang Gratis

Bhima Yudhistira: Dampak Ekonomi Tersembunyi dari Makan Siang Gratis

Bhima Yudhistira, yang menjabat sebagai Direktur Studi Ekonomi dan Hukum di Center of Economic and Law Studies (Celios).--

PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menyoroti isu terkait program makan siang gratis yang diusung oleh calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo-Gibran.

BACA JUGA:Adian Napitupulu Bersuara terhadap Pangkat Jenderal untuk Prabowo oleh Jokowi: Skema Politik atau Lobi Baru?

Menurut Bhima, program tersebut akan berdampak pada peningkatan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) baru dan peningkatan pajak untuk warga kelas menengah.

Dia menekankan bahwa program tersebut memiliki potensi untuk memperluas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

BACA JUGA: Pemerintahan Jokowi Dikritik Terkait Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

"Proyeksi defisit dapat meningkat sekitar 3% hingga 3,25% dari PDB tanpa peningkatan signifikan dalam rasio pajak dan realokasi anggaran yang substansial," kata Bhima dalam pernyataannya, Kamis, 29 Februari 2024.

Lebih lanjut, Bhima menjelaskan bahwa peningkatan pajak untuk kelas menengah akan membawa risiko. Jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut dapat berdampak negatif pada daya beli masyarakat.

BACA JUGA:Prabowo Subianto Dapat Ucapan Selamat dari Presiden Turki atas Keunggulan dalam Quick Count Pilpres 2024

Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi yang didorong oleh daya beli masyarakat.

"Program makan siang gratis mungkin akan mengurangi angka gizi buruk, tetapi akan sulit bagi ekonomi kelas menengah," ungkapnya.

BACA JUGA:Menuju Kemenangan: Prabowo-Gibran Bersyukur pada Dukungan Masyarakat

Selain itu, jika defisit APBN terus meningkat, Bhima mengkhawatirkan bahwa lembaga pemeringkat utang akan menurunkan peringkat utang Indonesia. Hal ini dapat mengakibatkan pembayaran bunga utang yang lebih tinggi, memberatkan APBN.

Peningkatan risiko kredit juga dapat menurunkan minat investor terhadap SUN. Terutama di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu, investor cenderung memindahkan investasi dari negara-negara berkembang.

BACA JUGA:Presiden Jokowi Meninjau Stok Pangan dan Banpang di Gudang Perum Bulog Paceda

Sumber: