Bripka Dian Octo Tobing, yang merupakan bagian dari divisi Humas Polres Nias Selatan, menjelaskan bahwa insiden ini terjadi pada hari Sabtu, 23 Maret 2024, sekitar pukul 09. 00 pagi waktu setempat. Pada waktu itu, para korban beserta enam siswa lainnya diundang oleh SZ.
Mereka disusun oleh kepala sekolah. Pernyataan dari saksi mereka yang sedang magang di kantor camat. Ketika Sekcam meminta bantuan, mereka menolak dengan keras. Kemudian Sekcam memberitahukan kepala sekolah. Sang kepala sekolah memberi mereka hukuman," katanya.
Kemudian kepala sekolah menepuk bagian dahi mereka dengan telapak tangannya sebanyak lima kali. Setelah kembali ke rumah, korban mengatakan kepada ibunya bahwa ia merasa tidak enak badan dan mengeluhkan sakit kepala. Ibu menyediakan obat penenang kepada anaknya yang sedang mengalami sakit kepala.
Pada hari Rabu tanggal 27 Maret 2024, korban menyampaikan kepada ibunya bahwa rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi dan ia tidak mampu lagi untuk pergi ke sekolah.
Namun, pada Jumat 29 Maret 2024, kondisi sakit kepala yang dirasakan oleh korban tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Korban bahkan mengidap demam tinggi dan mengalami delirium, menyatakan bahwa kepala sekolah telah memukul kepalanya hingga terasa sakit.
Ibu dari anak yang sakit mencurigai bahwa ada sesuatu yang mungkin menjadi penyebab dari sakitnya, dan dia berusaha untuk mencari tahu lebih lanjut. Lalu keluarga korban menanyakan kepada teman sekolah korban, dan teman korban menjelaskan bahwa korban telah menjadi korban pukulan oleh terlapor," menjelaskan hal tersebut.
Kemudian, pada hari Selasa 9 April 2024, keluarga membawa korban ke RSUD dr Thomsen Gunung Sitoli untuk menjalani rontgen dan perawatan rumah sakit selama satu hari. Kemudian, pada tanggal 10 April 2024, keluarga menerima laporan hasil pemeriksaan dari fasilitas medis.