PONTIANAKINFO.COM, PONTIANAK— Seorang korban kekerasan yang saat ini tengah menjalani proses hukum menyerahkan kuasa hukumnya kepada Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Rakyat Indonesia (LBH KRI) dalam kondisi fisik dan psikis yang memprihatinkan. Penyerahan kuasa dilakukan pada Sabtu, 22 Juni 2025 lalu, dan menjadi titik penting dalam proses pendampingan korban secara hukum dan psikologis.
Pihak LBH KRI dan Sahabat Saksi dan Korban (SSK) mengungkapkan bahwa saat datang menyerahkan kuasa, korban dalam keadaan tubuh yang bergetar dan mata sebelah kirinya tampak lebam berwarna hitam kebiruan.
“Korban datang dengan trauma mendalam, bercerita hampir dua jam sambil menahan tangis dan ketakutan. Saat itu dia meminta satu hal, ‘Kak, tolong jangan ada yang hubungi saya dulu," ungkap pihak LBH KRI saat diwawancarai.
LBH KRI menyatakan bahwa mereka tidak menyebarkan alamat atau lokasi korban kepada siapa pun, termasuk kepada pihak-pihak internal. SSK pun memastikan bahwa hanya segelintir orang yang mengetahui lokasi korban, demi menjamin keamanannya. Bahkan, komunikasi dengan korban hanya dilakukan melalui SSK, mengingat kondisi mental korban yang masih sangat rentan.
Saat ini, korban sepenuhnya menolak segala bentuk mediasi atau penyelesaian damai. Kuasa hukum menegaskan bahwa proses hukum harus terus berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.
“Kami tegaskan, korban tidak ingin ada mediasi, damai, ataupun restorative justice. Keputusannya tegas. Dan dia adalah orang dewasa berusia hampir 19 tahun yang mampu menentukan sikap hukumnya sendiri,” tegas perwakilan LBH KRI.
BACA JUGA:Syamsul Jahidin Sebut Kasus Charlies Angel Kejahatan Luar Biasa: Penyidik Tak Layak Beri Penangguhan
LBH KRI juga menyampaikan bahwa mereka sudah menunjukkan surat kuasa kepada penyidik dan telah menerima informasi bahwa tujuh orang, termasuk korban, telah diperiksa. Penyidik juga disebutkan telah menyampaikan bahwa berkas perkara segera dikirimkan ke Kejaksaan. Namun, pihak LBH KRI masih menunggu SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang belum juga diberikan hingga hari ini.
Yang lebih memprihatinkan, korban dan keluarganya mendapat tekanan dari pihak-pihak tak dikenal yang diduga berasal dari pihak terlapor. Kuasa hukum menerima informasi bahwa seseorang yang mengaku sebagai keluarga tersangka berusaha menjangkau ibunda korban, bahkan sampai bersujud memohon agar kasus ini diselesaikan secara damai.
“Kami mengingatkan, korban memiliki hak untuk memilih jalur hukum, dan tekanan kepada korban maupun keluarganya adalah bentuk intimidasi yang tidak akan kami toleransi,” tambah mereka.
BACA JUGA:Penganiayaan dan Penyebaran Konten Asusila oleh Tiga Remaja Pontianak, SSK Desak Gunakan UU TPKS
Dari sisi perlindungan non-hukum, SSK memastikan bahwa korban dalam kondisi aman secara fisik dan psikologis. Pendampingan terus dilakukan, termasuk menghindari korban dari keramaian dan media sosial, serta menjamin tidak ada gangguan dari luar yang bisa mengganggu proses pemulihan korban. Korban juga telah mengajukan permohonan restitusi atau ganti rugi melalui mekanisme yang difasilitasi LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).
Hingga berita ini diturunkan, proses hukum masih terus berjalan. LBH KRI dan SSK menegaskan komitmen untuk mendampingi korban hingga proses peradilan tuntas. Mereka juga menyerukan agar seluruh pihak menghormati hak-hak korban, menghentikan upaya tekanan maupun intimidasi, dan menyerahkan penyelesaian sepenuhnya kepada mekanisme hukum.
Korban serahkan kuasa ke LBH KRI dalam kondisi tubuh lebam dan trauma berat. Tolak damai, korban minta proses hukum berlanjut. Saksikan video lengkapnya di YouTube Pontianak Info Disway atau klik di tombol ini.