Banyak anak muda sekarang sudah melek investasi, apalagi buat jangka panjang. Namun, sayangnya alasannya banyak yang masih didasari oleh emosi sesaat alias FOMO (Fear of Missing Out)
Sebagian anak muda ambil keputusan investasi karena pengaruh tren di media sosial. Tidak heran, banyak dari mereka yang tertipu investasi bodong padahal ujungnya malah buntung bukan untung.
Fenomena cara investasi di kalangan anak muda Indonesia saat ini sedang naik daun. Data KSEI menunjukkan lebih dari 50% investor pasar modal berusia kurang dari 30 tahun. Tapi sayangnya, di balik euforia itu, banyak juga yang masih terjebak pola investasi emosional dan FOMO.
Agar tidak hanya sekadar ikut tren yang malah merugikan, ini beberapa hal yang mesti kamu lakukan:
1. Jangan terburu-buru investasi karena hype
Cerita sukses teman yang cuan dari investasi sering dijadikan satu-satunya alasan untuk memulai, tanpa riset atau pertimbangan yang matang. Namun, keputusan investasi yang hanya didasarkan pada pengalaman orang lain tanpa riset bisa berisiko.
Salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah menjadi exit liquidity, yaitu kondisi di mana seseorang membeli aset di harga tinggi, namun harga aset itu justru turun setelah dibeli. Pembeli tersebut dimanfaatkan oleh pemilik sebelumnya untuk menjual aset sebelum nilainya jatuh.
2. Pahami produknya dan risikonya
Media sosial penuh dengan akun-akun yang pamer portofolio atau cerita sukses dengan kurang masuk akal. Namun, kamu juga harus tahu, investasi memiliki risiko. Jika ada yang untung, maka ada juga yang cerita rugi.
Pastikan kamu tidak mudah terdistraksi dan tergoda untuk langsung ikut. Pahami dan periksa lagi segala informasi yang diterima. Pelajari produk apa yang kamu beli, risiko jangka pendek dan panjangnya, serta legal atau tidaknya platform atau instrumen yang kamu pilih. Selain itu, sesuaikan strategi investasi dengan kondisi keuangan pribadi.
3. Punya tujuan dan rencana jangka panjang
Investasi yang dilakukan tanpa tujuan akan membuat kamu tidak konsisten. Meskipun, ada anak muda yang punya tujuan besar seperti beli rumah, sekolah anak, pensiun dini. Namun, tidak semua dari mereka menyelaraskan aktivitas investasinya dengan rencana keuangan pribadi.
Misalnya, Hendri baru mulai bekerja dan langsung tertarik investasi setelah melihat temannya cuan besar dari saham. Tanpa memahami tujuan keuangan pribadinya, ia mengalokasikan hampir seluruh gajinya ke aset-aset berisiko tinggi hanya karena tergoda tren di media sosial.
Awalnya ia sempat untung, namun keadaan berubah. Ia panik dan menjual semua asetnya dengan kerugian besar. Ia baru menyadari bahwa tidak memiliki rencana keuangan yang jelas membuatnya mudah goyah, dan keputusannya lebih dipengaruhi emosi daripada perhitungan matang.
Untuk itu, sebelum memulai investasi jangka panjang kamu harus memikirkan 3 hal berikut ini:
A. Apa tujuanmu berinvestasi? (rumah, pendidikan, pensiun)?
B. Berapa lama target waktunya?