PONTIANAKINFO.COM, PONTIANAK – Tiga remaja perempuan di Kota Pontianak, resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana penganiayaan, perundungan (bullying), serta penyebaran konten bermuatan asusila melalui media sosial atau media elektronik. Kasus ini mencuat setelah sebuah video kekerasan yang melibatkan para tersangka viral di dunia maya dan menimbulkan kecaman publik.
Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Pontianak sebelumnya sudah mengamankan ketiganya untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Dalam video yang beredar, tampak para pelaku secara brutal melakukan kekerasan terhadap seorang korban perempuan, disertai tindakan merendahkan martabat korban yang direkam dan disebarluaskan ke media sosial.
Terkait kemungkinan penangguhan penahanan, pengacara Syamsul Jahidin, S.I.Kom., S.H., M.M., M.I.Kom., M.HMIL., menyatakan tegas bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan.
BACA JUGA:Penganiayaan dan Penyebaran Konten Asusila oleh Tiga Remaja Pontianak, SSK Desak Gunakan UU TPKS
“Gak akan bisa,” tegas Syamsul saat ditanya soal penangguhan untuk tersangka.
Menurutnya, kasus ini tergolong sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak dapat ditoleransi.
“Extra Ordinary Crime, itu kejahatan luar biasa,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa pihak penyidik pun seharusnya tidak memiliki dasar untuk mengabulkan permintaan penangguhan.
“Ya, itu sudah pasti, tidak ada alasan pembenar,” katanya.
“Kalau penyidik berani, berarti menggunakan Diskresinya, dan bisa jadi issue nasional,” tambahnya.
Diketahui, Syamsul Jahidin juga aktif dalam menggugat UU Kepolisian, khususnya Pasal 18A yang mengatur kewenangan penyidikan oleh kepolisian, yang menurutnya rawan disalahgunakan.
BACA JUGA:Lansia Produktif di Pontianak, Muhammad Ali Tekuni Budidaya Lele di Usia 68 Tahun
Sebelumnya pada tahun 2024, Syamsul bahkan pernah menggugat Pasal 18A ayat (1) dan (2) UU Kepolisian Negara Republik Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap membuka peluang penyalahgunaan kewenangan dalam penyidikan oleh oknum anggota Polri.
Syamsul sendiri mengkritisi pasal-pasal tersebut karena tidak memberikan batasan tegas terhadap tindakan penyidikan oleh anggota kepolisian. Gugatan itu tentunya ditujukan agar penyidikan tetap berada dalam koridor konstitusional, serta menjamin hak asasi warga negara yang diperiksa.