Rentcar MaC
Mau iklan?

Dinamika Politik Kalbar Masuki Fase Baru, Praktisi Hukum Angkat Bicara

Dinamika Politik Kalbar Masuki Fase Baru, Praktisi Hukum Angkat Bicara

Praktisi Hukum Kalbar, Rusliyadi, angkat bicara soal dinamika Pilkada Kalbar 2024.-Dok. Istimewa-

PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Kalimantan Barat tengah memasuki fase politik yang memanas, terutama terkait isu pemekaran wilayah Kapuas Raya yang kembali menjadi sorotan. Pemekaran ini telah lama menjadi aspirasi masyarakat hulu, namun terganjal kebijakan moratorium dari pemerintah pusat.

Isu ini semakin ramai setelah politisi Partai Golkar, Maman Abdurrahman, menyatakan bahwa pemekaran Kapuas Raya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat karena keterbatasan dana pusat dan kebijakan moratorium. Pernyataan tersebut memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk tokoh lokal yang mempertanyakan substansinya.

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Maman menyinggung pihak-pihak yang menurutnya hanya mencari simpati masyarakat hulu tanpa memahami kondisi politik dan keuangan. Ia juga menekankan bahwa komitmen pemerintah provinsi terhadap pemekaran sudah tuntas, namun terhalang oleh kebijakan pusat.

Salah satu tokoh yang menanggapi pernyataan ini adalah praktisi hukum Rusliyadi. Ia menganggap pernyataan Maman "tendensius dan provokatif," serta tidak mencerminkan semangat demokrasi yang seharusnya lebih santun dan edukatif. Rusliyadi juga mempertanyakan peran Maman dalam pembangunan masyarakat Kalbar, mengingat provinsi ini masih tergolong tertinggal.

BACA JUGA: Tren Menjelang Pilkada, Isu Korupsi Diterbitkan Demi Goncang Elektabilitas

"Menarik untuk disimak, akhir-akhir ini Kalbar sangat panas dengan banyak gejolak terkait pernyataan anggota DPR RI, Saudara Maman Abdurrahman, yang cenderung tendensius dan provokatif di tengah keberlangsungan demokrasi. Dengan pernyataan beliau, saya mau tanya, apakah dia merasa paling berjasa terhadap kemajuan dan perkembangan, terutama masyarakat adat Dayak di Kalbar? Bisa disajikan di mana peran beliau dalam pertanian, kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lainnya, sejauh mana?" ujar Rusliyadi (12/9).

Isu pemekaran Kapuas Raya bukan sekadar wacana administratif, melainkan menyangkut identitas dan aspirasi masyarakat hulu. Dengan keragaman suku dan budaya di Kalbar, penting bagi para pemimpin politik untuk mengedepankan dialog yang inklusif dan tidak memecah belah masyarakat.

Pernyataan politik yang sensitif dapat dengan mudah memicu perpecahan di wilayah multikultural seperti Kalimantan Barat. Sebagai pemilih, masyarakat Kalbar diharapkan dapat menyikapi dinamika ini dengan cermat. Edukasi politik yang mendorong persatuan, kerja sama, dan komunikasi yang baik perlu menjadi prioritas dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan datang.

BACA JUGA: Bawaslu Kabupaten Mempawah Gelar Sosialisasi Netralitas Kepala Desa untuk Pilkada 2024

“Seharusnya di tengah keberlangsungan pesta demokrasi ini menyajikan edukasi politik yang santun, cerdas, dan ramah. Dengan labeling seperti itu, seolah-olah beliau lebih berjasa terhadap masyarakat. Seharusnya tidak keluar pernyataan seperti itu. Ini bisa memicu perpecahan di Kalbar, karena Kalbar ini multikultural. Sebagai anggota DPR RI yang mewakili dapilnya, ini bisa diakomodasi dengan gotong royong dan komunikasi politik yang baik,” tambahnya.

Rusliyadi menutup tanggapannya dengan harapan agar para politisi di Kalbar lebih mengedepankan politik yang santun dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ia juga meminta agar para pemimpin yang terpilih nantinya dapat menghadirkan kebijakan yang memihak masyarakat secara keseluruhan, sambil menjaga keberagaman dan harmoni sosial.

"Jadi, saya minta tolong kepada partai politik ataupun pasangan calon yang maju dan terpilih untuk menyajikan politik yang santun, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan agar bisa membangun Kalbar lebih baik, serta siap menerima kritik dari masyarakat. Semoga masukan ini didengarkan,” tutupnya.

Sumber: