Menguasai Nanga Pinoh! Gelombang Aksi Perlawanan Terhadap Kekuasan NICA 1946 di Melawi
Tanksi Belanda, Tempat rumah penjara pasukan yang di tahan NICA, disini juga tempat pembantaian Masal 1946 (photo: Arsip Raden tumengung) //pixlb.ri.--Arsip reden tumengung
PONTIANAKINFO.DISWAY.ID -Gelombang aksi perlawanan terhadap kekuasaan NICA mulai terjadi di sejumlah kota di Kalimantan Barat seperti Bengkayang, Ngabang, dan Pontianak pada bulan Oktober 1946. Hal itu membuat semangat petinggi OPMP-LMP untuk mewujudkan aksi perlawanan yang selama ini memang sudah dicita-citakan.
Pada 8 dan 9 November 1946, Bagindo Djalaludin Chatim dan seluruh pengurus OPMP maupun LMP mengadakan rapat yang menghasilkan keputusan tekad untuk merebut Nanga Pinoh dan menangkap semua pejabat penting NICA yang ada. Tanggal dan waktu yang ditetapkan untuk dimulainya aksi ini ialah pukul 12 malam masuk tanggal 10 November 1946 dengan berupaya merebut tempat-tempat penting, yakni: tangsi, rumah mantri polisi di Kampung Tanjung, rumah kediaman Controleur, Kantor Pos Nanga Pinoh, rumah kediaman Hoofd Agen Polisi, dan rumah Demang Nanga Pinoh. Untuk membaca situasi keamanan, sejumlah polisi NICA diam-diam bertindak sebagai agen telik sandi bagi LMP.
Sesuai waktu yang telah ditentukan, tepat pukul 12 malam tanggal 10 November 1946, pasukan yang telah dibagi tugasnya mulai menyasar tempat-tempat yang telah masuk list. Unsur dadakan pada aksi ini sangat dikedepankan, sehingga dalam menguasai tempat seperti pertangsian tidak meletus satu pun peluru. Tentara KNIL dan Polisi NICA tidak menyangka akan ada penyergapan di tengah malam buta. Sebanyak 12 unit senapan karabin berhasil disita dari tempat itu ditambah polisi-polisi NICA yang berkebangsaan Indonesia memutuskan untuk menggabungkan diri dalam LMP.
Sesuai waktu yang telah ditentukan, tepat pukul 12 malam tanggal 10 November 1946, pasukan yang telah dibagi tigasnya mulai menyasar tempat-tempat yang telah masuk list. Unsur dadakan pada aksi ini sangat dikedepankan, sehingga dalam menguasai tempat seperti pertangsian tidak meletus satu pun peluru. Tentara KNIL dan Polisi NICA tidak menyangka akan ada penyergapan di tengah malam buta. Sebanyak 12 unit senapan karabin berhasil disita dari tempat itu ditambah polisi-polisi NICA yang berkebangsaan Indonesia memutuskan untuk menggabungkan diri dalam LMP.
Pada pagi 10 November 1946 semua kantor dan tempat-tempat strategis telah berhasil dikuasai Pasukan LMP dengan menyandera beberapa pejabat penting. Sejak pagi itu pula dikibarkan bendera Merah Putih, dan para petinggi OPMP-LMP dengan didukung dan disaksikan rakyat menyatakan bagian dari Republik Indonesia. Demikian Syafaruddin Usman dalam Untaian Kisah Perjuangan Rakyat Kalimantan Barat.
Masalah kemudian muncul pasca keberhasilan ini, LMP gagal mengamankan Hermans Josef yang menjadi sasaran utama pada aksi ini.
Ia diketahui melakukan perjalanan dinas di Nanga Serawai sejak 8 November 1946. Sementara kekuasaan Controleur diambil alih oleh Hasan Djafar, wakil Hermans Josef yang pro terhadap perjuangan. LMP memutuskan untuk melaksanakan misi untuk menyatroni Hermans Josef ke Nanga Serawai yang dipimpin Usman Cantik. Disamping misi lain mengirim utusan ke Sintang di bawah Nawawi Hasan untuk mengadakan hubungan dengan Ade Muhammad Djohan.
Tanggal 14 November 1946 Hermans Josef berhasil dibekuk setelah sebelumnya mendapatkan perlawanan dari para pengawalnya. Ia segera dibawa ke Nanga Pinoh dan dipertontonkan kepada rakyat di tengah kota. Dengan rasa sesal dan sedihnya itu, ia memohon ampun kepada laskar dan rakyat untuk tidak mengeksekusi dirinya.
Sadar Hermans Josef merukapan sandera strategis, LMP memutuskan untuk menawan sang controleur itu ke Kota Baru (Tanah Pinoh). Ia dititipkan di salah satu rumah warga dengan penjagaan ketat para laskar. (Bersambung) *
Sumber: arsip raden tumenggung