Kamu Harus Tau! Begini Kisah Perjuangan Membebaskan Nanga Pinoh Dari Tangan Belanda di Masa Lampau
Dikuasainya kembali Nanga Pinoh di tangan Belanda dapat dilacak pada kejadian sekitar bulan Oktober 1945. Satu peleton Polisi Perintis NICA di bawah pimpinan Hoofd Agend Sandakila datang ke Nanga Pinoh untuk mengambil alih keamanan di kota kecil itu dan m--
PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI di kota kecil ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Berkuasanya kembali Belanda telah menyadarkan tokoh-tokoh setempat yang sadar akan kemerdekaan. Seperti Ade Mohammad Djohan dan Bagindo Chalaludin Chatim, yang memimpin Organisasi Pemberontak Merah Putih (OPMP) yang berhasil menguasai Nanga Pinoh selama 6 hari.
Dikuasainya kembali Nanga Pinoh di tangan Belanda dapat dilacak pada kejadian sekitar bulan Oktober 1945. Satu peleton Polisi Perintis NICA di bawah pimpinan Hoofd Agend Sandakila datang ke Nanga Pinoh untuk mengambil alih keamanan di kota kecil itu dan mengajak orang-orang eks aparat Kaigun Heiho bergabung menjadi aparat NICA. Setelah soal keamanan berhasil dikuasai, NICA secara resmi masuk ke Nanga Pinoh dan menjalankan pemerintahan di kota itu di bawah Controleur Hermans Josef. Pejabat setingkat Wedana itu dibantu beberapa Demang dan Asisten Demang. Kekuasaan NICA di Melawi, khususnya di Nanga Pinoh semakin lengkap dan kuat dengan datangnya polisi dan tentara KNIL yang jumlahnya kurang lebih 60 personil bersenjata lengkap. Demikian ditulis oleh Hasanuddin dan Syahzaman pada buku Sintang Dalam Lintasan Sejarah (2002: 154).
Pada April 1946 didirikan Organisasi Pemberontak Merah Putih (OPMP) yang digawangi oleh Ade Mohammad Djohan. Ia sendiri sebenrnya seorang pegawai NIGEO (Netherlands Indische Gouvernement Import & Export Organisatie) yang bersimpati pada perjuangan Indonesia. Aspar dalam Sejarah Perjuangan Rakyat Melawi (2005: 131) menyebutkan, OPMP awalnya menjadi wadah diskusi dan berbagai pembicaraan oleh kaum republik terkait perjuangan cita-cita proklamasi kemerdekaan.
Meskipun begitu, Ade Mohammad Djohan tidak masuk dalam kepengurusan OPMP karena kepindahan tugasnya ke Sintang. Untuk itu dipilihlah Bagindo Djalaludin Chatim sebagai ketua, dibantu M. Nawawi Hasan (penerangan), Mohammad Saat Aim (bagian pasukan), Abang Patol (badan penghubung), Abang M. Tahir dan A Yusman Badwi (administrasi), serta Usman Ando (bagian perlengkapan).
MN. 1001 yang berpengalaman lebih dulu melakoni berbagai palagan di Kalimantan itu, kemudian banyak mengirimkan utusan-utusan untuk membantu pengembangan organisasi OPMP sekaligus melatih laskar-laskarnya.
Masih dalam Sejarah Perjuangan Rakyat Melawi, Aspar mengungkapkan pada Oktober 1946 dibentuk Laskar Merah Putih (LMP) sebagai sayap militer OPMP yang berkedudukan di Tanjung Lay (12 kilometer dar Nanga Pinoh). LMP mengadakan latihan-latihan dan pelajaran taktik militer kepada pemuda sebagai bekal untuk melawan NICA. Saat itu LMP telah kedatangan Kapten Markasan dan 32 anak buahnya lengkap dengan persenjataan dari Pasukan MN. 1001 yang juga turut aktif melatih laskar-laskar Merah Putih.
Komandan LMP tetap dipegang oleh Bagindo Djalaludin Chatim dan diwakili langsung oleh Kapten Markasan dan beberapa tokoh lainnya seperti Mohammad Saat Aim (Letnan Satu), Abdul Syukur (Letnan), Idar (Sersan), dan Dombek (Kopral).
Seperti apa kisah ketika Nanga Pinoh Berhasil di Kuasai? Selanjutnya akan kita bahas lagi disini. Bersambung ***
Sumber: riwajat.id