Penetapan Tersangka Nany Widjaja Dinilai Prematur, Kuasa Hukum Minta Polda Jatim Transparan

Menteri BUMN periode 2011-2014 Dahlan Iskan tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9/2023). Dahlan Iskan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertam- TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN -tribunnews.com
Surabaya – Penetapan status tersangka terhadap Nany Widjaja oleh Polda Jawa Timur menuai sorotan dari tim kuasa hukumnya. Billy Handiwiyanto dari Handiwiyanto Law Office menilai langkah tersebut terkesan terburu-buru dan belum memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. Ia bahkan menyebut penetapan ini “terlalu dipaksakan” mengingat pihaknya belum menerima surat resmi dari kepolisian hingga saat ini.
Dalam pernyataan yang disampaikan Rabu, 9 Juli 2025, Billy mengungkapkan rasa terkejut atas pemberitaan yang ramai di berbagai media, yang menyebutkan kliennya, Nany Widjaja, telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Apakah benar pihak ibu Nany itu ditetapkan sebagai tersangka? Baik Bu Nany maupun Pak Dahlan Iskan, tentunya kita sebagai orang hukum memahami bahwa penetapan tersangka harus diberitahukan secara tertulis. Tetapi sampai detik ini, kami belum menerima,” ujar Billy, mengutip Memorandum.co.id.
Ia menekankan bahwa dalam kasus yang berkaitan dengan kepemilikan saham di PT Dharma Nyata Pers (PT DNP), status kepemilikan kliennya sangat jelas dan sah secara hukum. Berdasarkan akta jual beli saham nomor 10 tanggal 12 November 1998, Nany Widjaja membeli 72 lembar saham dari Anjarani senilai Rp 648 juta, yang dibayarkan melalui enam lembar cek yang diterbitkan pada November 1998 hingga April 1999.
BACA JUGA:Perjalanan Adhitya dan Pontianak Disway Bersama Dahlan Iskan
Billy juga menjelaskan bahwa pada tahun 2008, Nany Widjaja pernah menandatangani surat pernyataan bahwa saham PT DNP adalah milik PT Jawa Pos atas permintaan Dahlan Iskan. Pernyataan tersebut, menurutnya, dibuat dalam konteks rencana go public PT Jawa Pos. Namun karena proses itu tak pernah terjadi, maka secara hukum, pemegang saham sah PT DNP tetaplah Nany Widjaja dan Dahlan Iskan.
“Pernyataan ini dibuat dalam rangka go public. Tetapi karena go public tidak terlaksana, maka surat pernyataan itu menjadi tidak relevan. Fakta hukumnya, klien kami sampai saat ini masih tercatat sebagai pemegang saham sah berdasarkan AHU,” tambah Billy.
Ia juga menyampaikan kekhawatirannya atas penggunaan surat pernyataan 2008 oleh PT Jawa Pos untuk melaporkan Nany Widjaja dan Dahlan Iskan dengan berbagai pasal pidana, termasuk Pasal 263, 266, 372, 374 KUHP serta TPPU dan pasal turut serta (Pasal 55 dan 56 KUHP). Padahal, menurut Billy, hal tersebut lebih layak diuji melalui proses perdata.
Sebagai bentuk keberatan, pihak kuasa hukum telah mengajukan pengaduan masyarakat (dumas) ke Biro Wasidik Mabes Polri. Hasil gelar perkara pada 13 Februari 2025 bahkan merekomendasikan agar penyidik mendalami lebih lanjut keterangan saksi-saksi sebelum menetapkan tersangka. Hal ini tertuang dalam surat SP3D nomor B6793/res7.5/2025 BARESKRIM.
Namun ironisnya, menurut Billy, sebelum proses klarifikasi dan pendalaman itu dijalankan, muncul kabar mengejutkan dari media bahwa kliennya telah ditetapkan sebagai tersangka. “Kami kaget. Kita sebagai kuasa hukum Bu Nany juga belum menerima resmi. Tapi faktanya, justru pemberitaan media yang ada. Dan berita juga agak simpang siur. Jadi, setelah hasil gelar perkara itu, Pak Dahlan Iskan bahkan belum diperiksa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Billy juga menyoroti sikap Polda Jatim yang hingga kini belum merespons permohonan mereka untuk menghadirkan ahli hukum guna menguatkan posisi hukum kliennya. Menurutnya, ketidakterbukaan dalam penanganan perkara ini justru memunculkan persepsi negatif terhadap proses penegakan hukum.
Di sisi lain, saat ini perkara perdata terkait kepemilikan saham PT DNP juga tengah bergulir di pengadilan. Tim kuasa hukum Nany menggugat PT Jawa Pos dan Dahlan Iskan untuk memperjelas legal standing klien mereka.
“Kita ingin mempertegas bahwa Bu Nany ini pemilik sah di PT DNP,” tegas Billy.
Pernyataan ini sekaligus menjadi penegasan bahwa proses pidana yang tengah berjalan seyogianya mempertimbangkan fakta hukum yang berkembang di ranah perdata, termasuk status kepemilikan saham yang belum diputuskan secara final oleh pengadilan.
Catatan redaksi:
Penetapan status tersangka terhadap seseorang seyogianya dilakukan secara hati-hati dan akuntabel, mengingat dampaknya terhadap nama baik, hak sipil, dan reputasi hukum. Dalam konteks kasus Nany Widjaja, munculnya suara keberatan dari tim hukum dan belum adanya surat resmi dari pihak kepolisian memperlihatkan bahwa aspek prosedural patut diperhatikan lebih cermat, agar tidak menimbulkan anggapan publik bahwa hukum sedang digunakan sebagai alat tekanan dalam konflik bisnis yang kompleks.
Sumber: memorandum.co.id