Beberapa negara di Asia Tenggara sedang mengalami gelombang panas yang parah, seperti Myanmar yang suhunya mencapai 45,8 derajat Celsius dan Thailand yang mencapai 44 derajat Celsius.
Menurut Ida, gelombang panas biasanya terjadi di daerah yang berada pada kisaran lintang menengah hingga tinggi. Untuk dapat disebut sebagai gelombang panas, suhu harus naik lima derajat lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata harian selama setidaknya lima hari berturut-turut.
Ida menggambarkan bahwa suhu panas yang ekstrem di Indonesia disebabkan oleh pergerakan tahunan secara periodik dari matahari.
Di samping itu, cuaca di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di Jawa hingga Nusa Tenggara (termasuk Jabodetabek), kurang adanya awan dan hujan.
Menurut Ida, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan bahwa dari bulan Juni hingga Agustus, cuaca di bagian selatan Indonesia akan semakin kering. Ini mengurangi peluang hujan dan membuat suhu udara siang hari cenderung lebih tinggi daripada beberapa waktu yang lalu karena kurangnya potensi pertumbuhan awan hujan.
Menurut Ida, suhu panas akhir-akhir ini terkait dengan perubahan iklim karena pemanasan global berperan dalam jangka panjang, meskipun tidak langsung mempengaruhi suhu saat ini.
Menurut Erma Yulihastin, seorang peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, laut di sekitar Indonesia memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan suhu, sehingga panas ekstrem dari atmosfer tidak akan langsung memengaruhi daratan.