IELC 2025 Kukuhkan Experiential Tourism sebagai Arah Baru Wisata yang Berdampak pada Peningkatan Kapasitas SDM

Rabu 02-07-2025,20:58 WIB
Reporter : Vritimes.com
Editor : Vritimes.com

Ir. Robby Seahan (Bangun Insan Nusantara) menyoroti pentingnya penguatan karakter siswa dan pemuda melalui program-program experiential learning yang berbasis petualangan. Ia menekankan bahwa pengalaman langsung di luar ruang menjadi media efektif untuk membentuk nilai, sikap, dan daya juang generasi muda.

Sesi ini memperlihatkan bahwa Experiential Tourism bukan hanya praktik komunitas, tetapi telah diakui sebagai pendekatan lintas sektor — dari kebijakan nasional, pendidikan tinggi, hingga penguatan karakter aparatur dan generasi muda.

Talkshow Praktik Baik: Dari Sekolah, Desa, hingga Industri Wisata

Jika sesi panel menampilkan kerangka kebijakan dan arah transformasi dari atas, maka sesi Talkshow: Best Practices EL Tourism in Action memperlihatkan wajah nyata praktik penerapan Experiential Learning yang sudah hidup dan tumbuh di berbagai pelosok Indonesia.

Dipandu oleh fasilitator senior Sofiyan Hadi, sesi ini mempertemukan para pelaku lapangan yang telah merancang dan menjalankan wisata berbasis pengalaman — dari dunia pendidikan, komunitas desa, hingga industri wisata dan event.

Kresno Wiyoso (Pendiri AELI) membuka sesi dengan gagasan konsep 'Sekolah Wisata' — yakni sekolah yang menyenangkan, kontekstual, dan membuat siswa “bermain untuk belajar.” Ia menegaskan bahwa pembelajaran paling berdampak adalah yang lahir dari pengalaman, bukan sekadar materi.

Vicky Gosal (Karash Adventure Indonesia) membagikan pengalaman bagaimana aktivitas petualangan seperti hiking, rafting, atau survival dapat menjadi ruang pembentukan karakter — jika difasilitasi secara sadar dan reflektif.

Dian Wibowo (DPD AELI DIY) menjelaskan proses penyusunan modul pendampingan desa wisata berbasis EL yang kini telah diadaptasi di berbagai wilayah. Modul ini memungkinkan desa bukan hanya jadi objek wisata, tapi juga subjek pembelajaran.

Deden Nursan (ASIDEWI) mengingatkan bahwa pengalaman di desa wisata tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Harus ada desain yang berbasis Experiential Tourism, agar wisatawan bukan hanya datang dan berfoto, tapi terlibat, belajar, dan terhubung dengan kehidupan desa.

Harry D. Nugraha (EGO Global Asia) menutup sesi dengan menyoroti pentingnya merancang produk wisata experiential yang tidak hanya bermakna, tetapi juga menarik secara komersial. Ia mengusulkan perlunya “ramuan bersama” yang bisa dijual dan diadopsi oleh seluruh ekosistem EL Indonesia agar dapat tumbuh berkelanjutan.

Talkshow ini menjadi bukti bahwa Experiential Tourism bukan hanya gagasan, tetapi praktik yang telah mengakar — dan siap tumbuh lebih besar lewat kolaborasi antar pelaku EL di Indonesia.

Showcase: Merasakan Langsung Experiential Tourism di TMII

Setelah mendengarkan narasi besar dan menyerap inspirasi dari para pelaku lapangan, peserta diajak untuk “walk the talk” melalui sesi showcase langsung di kawasan wisata TMII.

Didesain sebagai pengalaman fasilitatif, peserta tidak hanya berkeliling atraksi wisata, tetapi juga merasakan langsung pendekatan experiential tourism melalui aplikasi EL 5.0 dengan aktivitas, tantangan, dan refleksi yang dipandu oleh fasilitator anggota AELI.

Dengan melibatkan area-area tematik dan atraksi budaya di TMII, peserta merasakan bagaimana destinasi bisa diubah menjadi ruang belajar yang hidup — bukan dengan menambah materi, tapi dengan membangkitkan keterlibatan, rasa ingin tahu, dan pemaknaan personal.

Showcase ini menjadi perwujudan nyata dari semangat IELC 2025: From Destination to Transformation.

Peluncuran Buku & Tindak Lanjut Strategis: Menyalakan Gerakan, Menguatkan Ekosistem

Tags :
Kategori :

Terkait