Wali Kota Pontianak Paparkan Arah Pembangunan Hijau 2025–2029

Warkshop Mendorong Aksi Kolaborasi untuk mewujudkan Ketangguhan Sosial-ekologis dan Kebahagiaan Warga di kawasan Tepian Sungai Kapuas-Kominfo/Prokopim Pontianak -dokumen istimewa
PONTIANAKINFO.COM, PONTIANAK - Sungai Kapuas yang membelah PONTIANAK bukan sekadar bentang alam, melainkan wajah dan identitas kota. Sebagai wajah kota, PONTIANAK lahir dan tumbuh bersama sungai. Wali Kota PONTIANAK Edi Rusdi Kamtono bilang Sungai Kapuas menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat PONTIANAK.
“Dulu transportasi utama adalah sungai dan parit. Rumah panggung, pelabuhan, dan perdagangan semua bermula dari tepi sungai. Kini waktunya kita menjadikan Sungai Kapuas sebagai wajah kota,” ucapnya usai membuka Workshop Mendorong Aksi Kolaborasi untuk Mewujudkan Ketangguhan Sosial-ekologis dan Kebahagiaan Warga di Kawasan Tepian Sungai Kapuas di Aula Muis Amin BAPPERIDA Kota Pontianak pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Edi mengingatkan, pada 1970-an sekitar 80 persen kawasan Pontianak masih berupa daerah genangan. Kondisi ini menyebabkan air masuk ke rumah saat air pasang.
“Kalau air pasang, masuk ke rumah panggung. Kalau surut, ya surut. Itu kehidupan sehari-hari. Setelah 1990-an kita mulai meninggikan halaman dan jalan, tapi persoalan genangan tetap ada,” jelasnya.
BACA JUGA:Ekspor Arwana Super Red Kalbar Kembali Dibuka Lewat Bandara Supadio Pontianak
Sejak 2000-an, Pemkot mulai mendorong agar sungai kembali menjadi bagian depan kota, bukan belakangnya. Namun, menurut Edi, pembangunan infrastruktur di bantaran sungai memerlukan biaya besar.
“Fondasi saja lebih mahal daripada bangunannya,” ujarnya.
Karena itu, penataan kawasan tepian sungai ia sebut sebagai prioritas. Dukungan pemerintah pusat, akademisi, peneliti, dan komunitas sipil sangat dibutuhkan.
“Ada pelabuhan di Dwikora, kawasan perdagangan seperti Pasar Tengah, hingga permukiman di Bansir, Kampung Bangka, Serasan, Tambelan Sampit, Dalam Bugis, sampai sebagian wilayah utara. Waterfront Senghie sampai Kamboja memang memberi dampak ekonomi, tapi sebagian justru dinikmati pendatang. Tantangan kita menata permukiman tanpa menghilangkan karakter lokal masyarakat sungai,” paparnya.
BACA JUGA:Festival Saprahan Pelajar 2025, Upaya Lestarikan Budaya Melayu di Kota Pontianak
Edi menekankan wajah Pontianak ke depan harus ramah lingkungan, inklusif, tumbuh tanpa meninggalkan siapa pun, dan maju tanpa mengorbankan lingkungan.
“Inilah cita-cita bersama dalam RPJMD 2025–2029,” tegasnya.
Menurutnya, tahun 2026 akan menjadi momentum penting untuk mengonsolidasikan kebijakan pembangunan hijau, mulai dari regulasi infrastruktur ramah lingkungan, transportasi publik, energi baru terbarukan, hingga kebijakan resiliensi bencana.
Sumber: