Iklan "Negatif", Bisa Jadi Penjualan Positif? Ini Namanya Strategi Anti-Marketing

--
Kalimat ini terasa… jujur.
Strategi anti-marketing seperti ini memicu rasa ingin tahu, bahkan bisa menimbulkan simpati.
Karena konten yang berani tampil apa adanya akan terasa lebih relatable dan “manusiawi.”
Faktanya, 90% konsumen (riset Stackla) lebih percaya kepada brand yang jujur daripada yang selalu mencoba terlihat hebat.
Apalagi di media sosial seperti TikTok atau X (Twitter), konten yang bernuansa ironi atau satir cenderung bisa mendapatkan engagement lebih tinggi.
Contoh Nyata Brand yang Sukses dengan Anti-Marketing
Beberapa brand besar sudah berhasil membuktikan efektivitas strategi ini, di antaranya:
1. Oatly
Brand susu oat asal Swedia ini mengusung slogan seperti “It’s like milk, but made for humans.”
Nada sarkastik dan tidak bertele-tele ini menjadi ciri khas brand mereka.
Alih-alih menjual kesempurnaan, mereka menonjolkan keunikan.
Dan itu berhasil.
2. Axe
Axe sempat meluncurkan kampanye yang mengakui produknya tidak cocok untuk semua pria.
Dengan menyisipkan humor dan nada rendah hati ini, mereka sukses mengajak target market-nya bercermin—tanpa merasa ditertawakan.
3. Avis Car Rental
Dengan slogan legendaris mereka, “We’re number 2. We try harder,” Avis sukses meraih simpati publik.
Mereka tidak menutupi atau bahkan malu menempati posisi kedua di industri, tapi justru memanfaatkannya untuk menampilkan semangat pantang menyerah.
Risiko di Balik Strategi yang “Berani”
Walaupun terdengar menjanjikan, bukan berarti strategi anti-marketing akan cocok untuk bisnis apa saja.
Sumber: vritimes.com