Kenapa Rasa Daging Hewan Kurban Berbeda Dari Daging Biasa? Ini Penjelasan Ilmiahnya!

Penampakan daging kurban-sahrul ddv-Pinterest
PONTIANAKINFO.COM - Memasuki hari Idul Adha ke-3 dan hampir setiap hari mengkonsumsi daging kurban dari sapi ataupun kambing, pernahkah anda merasa bahwa rasa daging kurban berbeda dengan daging sapi atau kambing yang biasa dibeli di pasar? Ternyata, perbedaan rasa ini bukanlah sugesti atau sekadar perasaan. Ada penjelasan ilmiah di baliknya, seperti yang dipaparkan oleh dokter hewan Nadira Syahmifariza melalui akun TikTok @doknut.
Dalam videonya, dokter Nadira menjelaskan bahwa perbedaan rasa daging kurban disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kadar pH daging dan suhu tubuh hewan sebelum disembelih, yang sangat dipengaruhi oleh tingkat stres hewan.
BACA JUGA:Eco Bhinneka Kalbar Dorong Tradisi Kurban Ramah Lingkungan
Peran pH dalam Kualitas Daging
Menurut penjelasan Nadira, pH atau tingkat keasaman jaringan pada hewan sangat menentukan kualitas rasa dan tekstur daging. Saat masih hidup, pH otot hewan seperti sapi dan kambing berada pada angka 7 (netral). Setelah hewan dipotong, tubuhnya tidak lagi mendapatkan suplai oksigen karena aliran darah terhenti. Kondisi ini memicu proses glikolisis, yaitu perubahan glikogen menjadi asam laktat.
Proses glikolisis inilah yang menyebabkan pH otot menurun secara perlahan menjadi sekitar 5,4 hingga 5,7 dalam waktu 18–24 jam setelah pemotongan. Setelah periode tersebut, pH bisa meningkat lagi ke angka 6,5 yang menandai awal proses pembusukan.
Namun, stres yang dialami hewan sebelum pemotongan sangat memengaruhi proses ini, bahkan bisa mempercepat atau memperlambat penurunan pH tersebut.
BACA JUGA:Menuju Ramah Lingkungan, Edi Imbau Pembagian Daging Kurban Tanpa Kantong Plastik
Jenis-Jenis Stres pada Hewan Kurban
Dokter Nadira membagi stres pada hewan menjadi dua jenis, yakni long-term stress dan short-term stress, yang keduanya memiliki dampak berbeda terhadap daging.
1. Long-Term Stress
Stres jangka panjang terjadi ketika hewan mengalami kondisi tidak nyaman dalam waktu lama, misalnya perjalanan jauh selama transportasi atau kandang yang tidak memiliki suhu ideal. Dalam kondisi ini, hewan menggunakan cadangan glikogen untuk bertahan. Setelah disembelih, jumlah glikogen yang tersisa sangat sedikit, sehingga produksi asam laktat berkurang dan pH tetap tinggi, bahkan bisa mencapai lebih dari 6 hanya dalam 1 jam.
Daging dari hewan dengan stres jangka panjang biasanya memiliki karakteristik dark (gelap), firm (keras), dry (kering), dan lebih cepat mengalami pembusukan.
BACA JUGA:Tebar Berkah Idul Adha, Elnusa Petrofin Bagikan Daging Kurban ke 15.525 Penerima Manfaat
Sumber: