“Kami doakan pondok ini semakin maju, sukses, dan selalu diberkahi Allah, SWT. Terima kasih atas penyambutan yang luar biasa, dan semoga kita semua diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah kita,” imbuhnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Modern As Sajdah Makkiyah, Usman menyambut kehadiran para ibu-ibu dari GOW Kota Pontianak. Ia menyampaikan rasa syukur dan apresiasi atas kunjungan GOW ke pesantren yang baru memasuki tahun keempat tersebut.
“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan ibu-ibu dari GOW Kota Pontianak yang telah hadir di pondok ini. Kami merasa sangat dihargai dan diberi semangat,” tuturnya.
Ia juga mengapresiasi sumbangan dari GOW Kota Pontianak yang diberikan untuk para santri. Kunjungan ini menjadi bukti nyata kepedulian GOW Kota Pontianak terhadap pendidikan dan pembinaan generasi muda, khususnya di lingkungan pondok pesantren ini.
BACA JUGA:Transformasi Pendidikan Kejuruan, Telkom Perkuat Sinergi dengan SMK Negeri 7 Pontianak
“Insya Allah nanti akan kami bantu memasakkan agar para santri bisa menikmatinya bersama,” ucapnya.
Usman menambahkan, saat ini jumlah santri yang mukim cukup beragam, baik dari latar belakang keluarga mampu, kurang mampu, hingga anak-anak yatim.
“Sebagian santri merupakan yatim sesuai syariat, karena ditinggal wafat oleh ayahnya, bahkan sejak dalam kandungan. Ada juga yang kami sebut sebagai yatim sosial, yakni anak-anak yang ditinggal atau tak pernah diasuh oleh kedua orang tuanya,” sebutnya.
Menurut Ustaz Usman, konsep ‘yatim sosial’ tersebut juga pernah dijelaskan oleh tokoh intelektual Islam, Gus Emha Ainun Najib.
BACA JUGA:Pontianak Terima 12 Sertifikat Aset dari BPN, Termasuk Lahan Sekolah Rakyat
“Mereka semua kami terima, dan sebagian kami beri beasiswa penuh,” lanjutnya.
Pesantren Modern As Sajdah Makkiyah memiliki fokus utama pada pengajaran ilmu agama dan bahasa. Program unggulannya mencakup pengkajian kitab kuning, penguasaan bahasa Arab, serta pembelajaran bahasa Inggris. Bahasa Inggris diajarkan setelah para santri menguasai kitab kuning dan bahasa Arab terlebih dahulu. Baru kemudian ada guru khusus untuk membina mereka dalam bahasa Inggris.
“Saat ini, para santri berasal dari berbagai angkatan, mulai dari yang baru masuk, hingga yang sudah menempuh pendidikan selama tiga tahun,” pungkasnya.