Iklan "Negatif", Bisa Jadi Penjualan Positif? Ini Namanya Strategi Anti-Marketing

Senin 23-06-2025,12:27 WIB
Reporter : Vritimes.com
Editor : Vritimes.com

Strategi anti-marketing seperti ini memicu rasa ingin tahu, bahkan bisa menimbulkan simpati.

Karena konten yang berani tampil apa adanya akan terasa lebih relatable dan “manusiawi.”

Faktanya, 90% konsumen (riset Stackla) lebih percaya kepada brand yang jujur daripada yang selalu mencoba terlihat hebat.

Apalagi di media sosial seperti TikTok atau X (Twitter), konten yang bernuansa ironi atau satir cenderung bisa mendapatkan engagement lebih tinggi.

Contoh Nyata Brand yang Sukses dengan Anti-Marketing

Beberapa brand besar sudah berhasil membuktikan efektivitas strategi ini, di antaranya:

1. Oatly

Brand susu oat asal Swedia ini mengusung slogan seperti “It’s like milk, but made for humans.”

Nada sarkastik dan tidak bertele-tele ini menjadi ciri khas brand mereka.

Alih-alih menjual kesempurnaan, mereka menonjolkan keunikan.

Dan itu berhasil.

2. Axe

Axe sempat meluncurkan kampanye yang mengakui produknya tidak cocok untuk semua pria.

Dengan menyisipkan humor dan nada rendah hati ini, mereka sukses mengajak target market-nya bercermin—tanpa merasa ditertawakan.

3. Avis Car Rental

Dengan slogan legendaris mereka,  “We’re number 2. We try harder,” Avis sukses meraih simpati publik.

Mereka tidak menutupi atau bahkan malu menempati posisi kedua di industri, tapi justru memanfaatkannya untuk menampilkan semangat pantang menyerah.

Risiko di Balik Strategi yang “Berani”

Walaupun terdengar menjanjikan, bukan berarti strategi anti-marketing akan cocok untuk bisnis apa saja.

Strategi ini menuntut pemahaman konteks yang sangat dalam. Salah menyampaikan ironi justru bisa membuat pesanmu tampak sinis atau malah merusak citra brand.

Kalau brand belum punya kepercayaan pasar yang kuat, gaya blak-blakan ini justru bisa terlihat seperti keputusasaan.

Tags :
Kategori :

Terkait