Rentcar MaC
Mau iklan?

Webinar “Gajahlah Way Kambas” Soroti Perlindungan Gajah Sumatera dan Peran Masyarakat Indonesia

Webinar “Gajahlah Way Kambas” Soroti Perlindungan Gajah Sumatera dan Peran Masyarakat Indonesia

Webinar Gajahlah Way Kambas, LindungiHutan (Sumber: VRITIMES.com)--

LindungiHutan telah menggelar webinar bertajuk “Gajahlah Way Kambas” yang didukung oleh ASEAN Foundation dalam program ASEAN Social Enterprise Development Programme 3.0 (ASEAN SEDP 3.0) pada 10 Oktober 2024.

LindungiHutan telah menggelar webinar bertajuk “Gajahlah Way Kambas” yang didukung oleh ASEAN Foundation dalam program ASEAN Social Enterprise Development Programme 3.0 (ASEAN SEDP 3.0) (10/10).  Webinar ini menghadirkan dua pakar konservasi, yaitu Humas Taman Nasional Way Kambas, Sukatmoko, dan Koordinator Lapangan Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Sugiyo.

Keduanya, memaparkan situasi terkini dan tantangan dalam pelestarian gajah Sumatera di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Dalam webinar tersebut, pakar konservasi menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi, dan masyarakat dalam menjaga populasi gajah serta melestarikan ekosistem.

Penurunan Populasi dan Tantangan Konservasi gajah Sumatera 

Sukatmoko mengungkapkan adanya penurunan populasi gajah Sumatera pada periode 2010-2020. Melalui survei DNA kotoran gajah di tahun 2010, diperkirakan terdapat 240 individu gajah Sumatera di TNWK. Sementara itu, melalui perhitungan langsung pada tahun 2020, jumlahnya hanya sekitar 180-200 individu. 

"Dalam kurun waktu 10 tahun ada penurunan populasi. Perburuan gajah masih menjadi salah satu ancaman serius di kawasan ini," jelas Sukatmoko.

Taman Nasional Way Kambas memiliki 66 ekor gajah jinak, dimana sebanyak 33 gajah jinak berada di pusat konservasi gajah. Sementara itu, sisanya tersebar di 4 Camp Elephant Response Unit (ERU) untuk mitigasi konflik gajah dengan manusia.

Meskipun tidak ada permukiman di dalam TNWK, kegiatan ilegal seperti perburuan liar menggunakan jerat masih sering terjadi di sekeliling kawasan. Jerat tersebut dipasang untuk satwa liar seperti babi hutan dan rusa, namun secara tidak sengaja juga menjerat para gajah. 

Sukatmoko kemudian menyoroti kasus Erin, seekor anak gajah yang harus kehilangan belalainya akibat terkena jerat. 

"Karena terjerat diujung belalainya, kemudian infeksi, dan tidak bisa pulih kembali. Dokter akhirnya mengambil keputusan untuk mengamputasi belalai anak gajah tersebut (Erin). Kehilangan belalai yang berfungsi sebagai tangan itu telah menyebabkan Erin kesulitan untuk makan dan minum," tambahnya.

Sugiyo juga menambahkan bahwa sekitar 78% gajah Sumatera di Indonesia hidup di luar kawasan konservasi. Mayoritas hidup gajah berada di dekat manusia. Oleh karena itu, kita perlu  menyeimbangkan kehidupan karena manusia hidup berdampingan dengan makhluk lain (gajah) yang juga memiliki hak untuk hidup.

Tantangan dalam upaya perlindungan gajah Sumatera adalah masih ada demand terhadap aksesoris yang berasal dari tubuh gajah, sehingga banyak gajah yang diburu dan dibunuh. Peredaran gading di Indonesia, terpantau ada yang bukan berasal dari gajah Sumatera, melainkan spesies gajah dari negara lain.

"Sebagian besar habitat gajah berada di luar kawasan konservasi, sehingga mereka rentan terhadap gangguan akibat perubahan fungsi lahan dan konflik dengan manusia," ujar Sugiyo. 

Tantangan ini diperparah dengan ancaman jerat, listrik, dan racun yang digunakan untuk melindungi ladang masyarakat dari gajah.

Upaya Bersama untuk Perlindungan Gajah

Berbagai upaya telah dilakukan untuk melindungi gajah Sumatera, mulai dari pemantauan dan monitoring menggunakan GPS Collar, patroli, upaya penegakan hukum, hingga koordinasi komunikasi para pihak untuk menangani konflik gajah. Di Lampung Timur, istilah "konflik gajah" kini diganti dengan istilah "hidup berdampingan," untuk mendorong toleransi antara manusia dan gajah. 

Sumber: vritimes.com