Perpindahan Kekuasaan Era Reformasi di Tragedi Mei 1998, Pejabat Usulkan jadi Kurikulum Nasional
--
Orba menempatkan polisi untuk menjaga keamanan dan menyelesaikan kerusuhan massa. Hasilnya malah menjadi bumerang bagi pemiliknya. Tindakan pukulan yang digunakan terhadap mahasiswa Universitas Trisaksi ternyata menimbulkan kemarahan. Pada tanggal 12 Mei 1998, empat mahasiswa dari Universitas Trisakti telah meninggal dunia.
Tragedi di Trisakti menyebabkan aksi massa semakin sulit dikendalikan. Banyak orang datang ke pusat kota secara bersama-sama. Keanehan terjadi ketika jumlah aparat keamanan yang tiba untuk menjaga keadaan sedikit berkurang. Kerusuhan merebak di seluruh wilayah Jakarta akibat situasi yang terjadi.
Toko-toko dirampok dan dibakar. Hingga saat ini, konflik semakin meluas ke isu-isu yang berkaitan dengan ras. Orang-orang keturunan Tionghoa harus menderita penderitaan. Rumah mereka diserang dan dirampok. Banyak perempuan menjadi sasaran pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Mengalami cedera yang akan bertahan sepanjang hidup adalah beban yang harus dihadapi. Pihak keamanan seakan-akan enggan melihat. Mereka tidak lagi responsif ketika harus melakukan pengawasan terhadap investasi. Banyak korban tewas terjatuh. Kerusuhan tersebut kemudian menyebar ke sejumlah kota di Indonesia hingga Soeharto jatuh pada tanggal 21 Mei 1998.
Djarot Saiful Hidayat, seorang anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mencatat bahwa 500 orang telah kehilangan nyawa. Hanya untuk wilayah Jakarta saja.
Banyak orang yang tewas adalah orang-orang yang terperangkap di dalam mal atau kompleks perbelanjaan yang menjadi sasaran penjarahan dan pembakaran. Sekitar seribu orang yang terlibat dalam aksi penjarahan telah ditangkap dan diserahkan ke pihak yang berwajib. Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, menyatakan kepada media bahwa ia melaporkan kerusakan yang disebabkan oleh kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran yang terjadi pada tanggal 13-14 Mei 1998.
Dia melaporkan bahwa ada 4. 939 bangunan (perkantoran dan pusat perbelanjaan) yang terbakar, 64 kantor bank yang terbakar, 1. 119 mobil pribadi yang terbakar, 66 angkutan umum yang terbakar, 821 sepeda motor yang terbakar, dan 1. 026 rumah penduduk yang rusak karena dibakar. Menurut Djarot dan Endi Haryono dalam buku mereka yang berjudul Politik dan Ideologi PDI Perjuangan 1987-1999: Penemuan dan Kemenangan (2023), diperkirakan kerugian sementara akibat kerusakan fisik bangunan mencapai 2,5 triliun rupiah.
Jarot, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, tidak ingin agar Kerusuhan Mei 1998 dilupakan begitu saja. Dia malah merekomendasikan agar peristiwa tragis tahun 1998 itu segera dimasukkan sebagai materi pelajaran dalam kurikulum nasional.
Sumber: disway kalbar