PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Djarot Saiful Hidayat, seorang pejabat politik, menyarankan untuk memasukkan peristiwa Kerusuhan Mei 1998 ke dalam kurikulum nasional sebagai bagian dari memori hari ini. Djarot Syaiful Hidayat sebelumnya menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta selama periode 2014 hingga 2017.
Wagub DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengajukan agar peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dimasukkan ke dalam kurikulum nasional sebagai bahan pelajaran. Keinginan itu terungkap karena semakin pudarnya kenangan akan tragedi kemanusiaan.
Sebelumnya, rakyat sangat membenci pemerintahan Soeharto dan Orde Baru (Orba) sehingga mencapai puncaknya. Seluruh warga Indonesia memutuskan untuk berdemo dan menuntut pengunduran diri Soeharto dari jabatannya. Daripada menunjukkan rasa simpati, pemerintah Orba malah memilih untuk menindak demonstran secara keras.
Sejak tahun 1998, krisis ekonomi telah menyebabkan tingkat kehidupan rakyat Indonesia merosot ke titik terendah. Mereka semakin menyadari bahwa kepemimpinan Soeharto dan Orde Baru tidak bisa terus berlanjut. Karena kesulitan dianggap akan selalu dirasakan oleh rakyat, bukan oleh pejabat.
BACA JUGA : Penganiayaan pada Penyintas Masih Terus Menggema, Korban Masih Menunggu Keadilan Tragedi Mei 1998
Cerita tersebut menyebabkan tindakan turun jalan menjadi semakin luas. Tokoh yang dihormati di seluruh negeri hingga para mahasiswa memutuskan untuk bergabung dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan dan diskusi. Maksudnya adalah untuk menimbulkan pengunduran diri Soeharto. Namun, keinginan tersebut tidak terwujud dengan lancar. Orba terus menggunakan strategi lama dengan cara memukul lawan. Kerusuhan pada bulan Mei 1998 menyebar sampai ke Surakarta.
Orba menempatkan polisi untuk menjaga keamanan dan menyelesaikan kerusuhan massa. Hasilnya malah menjadi bumerang bagi pemiliknya. Tindakan pukulan yang digunakan terhadap mahasiswa Universitas Trisaksi ternyata menimbulkan kemarahan. Pada tanggal 12 Mei 1998, empat mahasiswa dari Universitas Trisakti telah meninggal dunia.